News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah dan IHSG Dihantui Pelemahan karena Ketidakpastian Ekonomi Global 

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (3/1/2022). IHSG kini dibayangi tren pelemahan karena sentimen ketidakpastian ekonomi global yang berlanjut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasar finansial dalam negeri kini dibayangi tantangan ketidakpastian ekonomi global. Akhir pekan kemarin, nilai tukar rupiah melemah dalam 2 hari berturut-turut. Sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terpantau ambles.

Pada perdagangan Jumat (16/9/2022) penutupan minggu lalu, IHSG konsisten bergerak di zona merah dan ditutup melemah.

Pelemahan IHSG dipicu oleh sentimen negatif dari terkoreksinya indeks di bursa Wall Street seiring kembali naiknya yield obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun yang mendekati level 3,5 persen yang merupakan level tertingginya dalam 10 tahun terakhir karena tingginya inflasi.

Sementara itu juga terlihat adanya pelemahan cukup tajam beberapa harga komoditas seperti minyak mentah, crude palm oil (CPO), nikel dan timah serta adanya aksi ambil untung investor menjadi katalis negatif tambahan yang menekan indeks.

Dinamika pasar finansial Indonesia terdampak sejumlah sentimen. Utamanya adalah sentimen The Fed yang masih berencana untuk kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin.

Salah satu hal yang menjadi pertimbangan the Fed yang menaikkan suku bunga yaitu untuk menjinakkan inflasi di AS.

Selain bank sentral AS, Bank Sentral Eropa (European Central Bank) juga tengah mempertimbangkan keputusan menaikkan suku bunga, sebagai respon tingkat inflasi di Eropa yang menyentuh level 2 digit di tahun ini.

Baca juga: Inflasi Amerika Melonjak, The Fed Diprediksi Bakal Naikkan Suku Bunga Hingga 100 Basis Poin

Sebagai informasi, inflasi zona Euro mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Inflasi tercatat sebesar 9,1 persen pada Agustus 2022 secara tahunan (yoy), inflasi tersebut lebih tinggi dari inflasi Juli 2022 sebesar 8,9 persen (yoy).

Dimana tingginya sejumlah harga pembentuk inflasi seperti energi yang naik 38,6 persen serta makanan menjadi penyebab utama.

Dengan demikian, pasar finansial masih memberikan signal relative risk off akibat kekhawatiran pelaku pasar atas tingginya inflasi, kenaikan suku bunga yang agresif, dan potensi terjadinya resesi ekonomi pasca peringatan dari Bank Dunia dan IMF akan terjadinya resesi global.

Baca juga: Terus Melemah, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Kini Tembus Rp14.979

Sementara itu, untuk perkembangan nilai tukar Dolar AS terhadap Rupiah juga terus mengalami fluktuasi.

Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di level Rp14.977 pada Senin sore (19/9/2022).

Sebelumnya pada penutupan Jumat (16/9/2022), mata uang Garuda berada di level Rp14.954.

Analis PT Sinarmas Futures, Ariston Tjendra mengatakan, Rupiah terlihat rentan kembali melemah karena pasar keuangan masih dibayangi oleh ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS yang agresif sebesar 75 basis poin.

Baca juga: Kebijakan Bank Sentral Amerika Jadi Fokus Pelaku Pasar Tiga Hari ke Depan 

“Kalau melihat pergerakan nilai tukar regional dan utama dunia sore ini yang umumnya melemah terhadap dollar AS dapat disimpulkan bahwa pasar kompak sedang mengantisipasi rapat Bank Sentral AS yang hasilnya akan diumumkan pada hari Kamis dinihari pekan ini,” papar Ariston kepada Tribunnews, Senin (19/9/2022).

“Dimana pasar berekspektasi the Fed masih akan agresif menaikan suku bunga acuannya yaitu sebesar 75 basis poin,” sambungnya.

Ariston kembali melanjutkan, dengan demikian, pasar menantikan kebijakan The Fed ke depan dari rapat tersebut.

“Dengan tingkat inflasi AS yang masih tinggi di atas 8 persen, pasar berekspektasi the Fed akan memberikan indikasi bahwa kebijakan pengetatan moneter bisa terus berlanjut hingga inflasi turun ke level target 2 persen,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini