News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kabar Kenaikan Suku Bunga The Fed Hingga 100 Basis Poin Bikin Pasar Saham Asia Berguguran

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi pasar saham Asia. Pergerakan pasar saham Asia di Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan terpantau mengalami kemerosotan mengikuti penurunan bursa S&P 500 yang telah turun lebih dari 10 persen pada perdagangan Rabu (21/9/2022).

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Pergerakan pasar saham Asia di Jepang, Hong Kong dan Korea Selatan terpantau mengalami kemerosotan mengikuti penurunan bursa S&P 500 yang telah turun lebih dari 10 persen pada perdagangan Rabu (21/9/2022).

Mengutip dari Bloomberg reli indeks Nikkei 225 di bursa saham Jepang turun 1 persen, bersamaan dengan itu indeks Topix Jepang juga anjlok 1,2 persen pada awal perdagangan Rabu pagi.

Sementara di Korea Selatan Indeks Kospi terlihat melemah hingga mencatatkan penurunan sebanyak 0,35 persen, diikuti penurunan Indeks Hang Seng dari Hong Kong yang turun 1,3 persen, dan Indeks MCSI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang yang anjlok 0,17 persen.

Baca juga: Jelang Pengumuman Suku Bunga The Fed, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Bergerak di Atas Rp15.000

Penurunan ini mulai terjadi setelah imbal hasil treasury AS dua tahun, amblas sebanyak 4 persen karena adanya sinyal pengetatan moneter oleh The Fed dengan menaikkan suku bunga 75 sampai 100 basis point pada awal pekan ini.

“Fed dan pembuat pembuat kebijakan melihat memberikan angka kenaikan 75 basis poin lagi atau 100 basis poin. Inilah yang akan mendorong jatuh pasar, bukan kenaikan suku bunga besok, tetapi apa yang akan dilakukan Fed selanjutnya," kata Fiona Cincotta, analis pasar keuangan senior di City Index.

Meski pengetatan The Fed diklaim dapat menurunkan laju inflasi Amerika di kisaran 2 persen, namun menurut Ketua ekonom Macro Associates, Nouriel Roubini sikap hawkish ini dikhawatirkan dapat mendorong ekonomi global masuk ke dalam resesi panjang pada akhir tahun 2022 dan dapat berlanjut hingga 2023.

Alasan tersebut yang mendorong para investor di Asia kompak memindahkan aset sahamnya ke aset safe haven seperti dolar AS.

Mengingat saat ini dolar AS yang mengukur greenback terhadap mata uang lainnya telah melonjak o,5 persen hingga harganya melesat di level 110,10. Menguat mendekati level tertinggi selama dua dekade yang saat itu dipatok 110,79.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini