Hal ini dinyatakan oleh 95 persen responden survei. Selanjutnya, lebih dari separuh responden menganggap penting untuk memiliki rumah yang dirancang untuk menghemat listrik.
Pentingnya hidup yang berkelanjutan dan beberapa fitur-fitur pentingnya adalah hunian yang didesain mengurangi kebutuhan penggunaan pendingin ruangan (AC) dan lampu sehingga menghemat biaya listrik, dinyatakan oleh 56 persen responden.
Lalu, hunian yang lokasinya memungkinkan untuk bepergian setiap hari tanpa perlu menggunakan kendaraan pribadi, dinyatakan oleh 38 persen responden.
"Hasil survei juga mengungkap konsumen properti mempertimbangkan beberapa fitur properti penting setelah terjadinya transisi ketika hidup dengan Covid-19 sebagai endemik," ujarnya.
Menurutnya, dua fitur penting yang paling banyak dinyatakan responden adalah kedekatan dengan transportasi umum, dan kedekatan dengan area hijau yang masing-masing dikemukakan 64 persen responden.
Baca juga: Dibayangi Resesi Global, Sektor Properti Diprediksi Tetap Prospektif
“Fitur properti lainnya yang dirasa penting oleh responden adalah hunian yang memiliki area untuk anak-anak bermain dan belajar seperti dinyatakan oleh 56 persen responden. Kedekatan hunian dengan gerai makanan dan minuman serta pusat perbelanjaan juga menjadi fitur penting yang dikemukakan oleh 53 persen responden. Sementara hunian yang tidak terlalu padat juga menjadi perhatian penting bagi 46 persen responden," jelasnya.
Marine menuturkan, hasil survei juga menunjukkan 71 persen responden merasa telah memiliki pengetahuan yang cukup dalam urusan pembelian hunian.
Namun, ternyata mereka belum sepenuhnya tahu aspek-aspek penting yang justru perlu mereka ketahui, nyatanya hanya 16 persen responden yang benar-benar tahu tentang seluruh aspek pembelian hunian.
Dari seluruh aspek pembelian hunian, Marine menyebut, yang paling tidak diketahui responden adalah tidak mengetahui seputar biaya-biaya ekstra yang perlu mereka keluarkan saat membeli hunian, seperti dinyatakan 17 persen responden sementara 14 persen responden tidak mengetahui seputar aspek legalitas, atau dokumen-dokumen penting dalam membeli hunian.
Selanjutnya 14 persen responden, tidak mengetahui seputar skema pembiayaan atau program pemerintah yang bisa mereka ambil untuk membeli hunian.
12 persen responden tidak mengetahui seputar pajak, seperti Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), atau Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk hunian yang akan mereka beli nanti.
Sedangkan 9 persen responden tidak mengetahui seputar kemampuan finansial dan persyaratan yang harus mereka penuhi untuk pembiayaan hunian, serta 6 persen responden tidak mengetahui seputar cara memilih hunian yang tepat, seperti dari faktor lokasi, harga, tipe, dan lain sebagainya.
“Terlepas dari kurangnya pengetahuan tentang seluruh aspek pembelian hunian, namun infrastruktur tetap menjadi pertimbangan penting responden ketika memilih lokasi rumah. Hasil survei menunjukkan bahwa 4 dari 5 responden akan mempertimbangkan infrastruktur masa depan ketika membuat keputusan pembelian hunian," kata Marine.
Infrastruktur masa depan yang menjadi pertimbangan responden adalah jalan tol baru dinyatakan oleh 46 persen responden, bus kota oleh 34 persen responden, LRT Jabodetabek oleh 32 persen responden, kereta komuter oleh 32 persen responden dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung oleh 19 persen responden.
"Gencarnya pembangunan infrastruktur dan transportasi umum oleh pemerintah perlu diikuti para pengembang properti untuk mulai membangun hunian baru di sekitarnya, sehingga tercipta pusat ekonomi baru," katanya.