Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING – Bank Dunia memangkas prospek pertumbuhan ekonomi China, usai sejumlah sektor bisnis di negara tirai bambu ini mencatatkan penurunan selama beberapa bulan terakhir.
Kebijakan pembatasan nol-Covid yang diberlakukan pemerintah Xi Jinping, awalnya dimaksudkan untuk menekan laju penyebaran kasus positif Covid-19 di China.
Namun usai kebijakan ini terapkan, ekonomi Beijing terus mengalami kemunduran hingga sejumlah sektor bisnis termasuk real estat merosot dan kehilangan kepercayaan konsumen.
Baca juga: China Pertahankan Suku Bunga Pinjaman Acuan Selama Empat Bulan Berturut-Turut
“Aktivitas ekonomi di China terus mengikuti naik turunnya pandemi – wabah dan perlambatan pertumbuhan diikuti oleh pemulihan yang tidak merata,” kata Bank Dunia dalam sebuah pernyataan, Selasa (20/12/2022).
Survei World Economics mencatat tingkat kepercayaan bisnis China selama Desember 2022 turun dari level 51,8 menjadi 48,1. Penurunan mulai terjadi usai pemerintah China memperketat kebijakan pembatasan atau lockdown di sejumlah wilayah, terhitung sejak 7 Desember 2022 lalu.
Kondisi ini kian diperparah dengan adanya cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, serta perlambatan global yang lebih luas. Tekanan tersebut yang kemudian membuat aktivitas bisnis khususnya di sektor real estat, manufaktur dan jasa mengalami penurunan tajam, jatuh di bawah level 50 persen selama Desember 2022.
Hingga memaksa Bank Dunia untuk memangkas proyeksinya terhadap ekonomi China, dari 4,3 persen menjadi 2,7 persen di sepanjang 2022.
Ini lantaran ketiga sektor tersebut menyumbang sekitar seperempat dari produk domestik bruto (PDB) tahunan, sehingga anjloknya sektor real estat, manufaktur dan jasa dapat menimbulkan dampak ekonomi makro dan keuangan yang lebih luas bagi negara China.
Baca juga: Indeks Bursa Saham China Merosot di Tengah Janji Beijing Stabilkan Ekonomi
Tak cuma untuk tahun ini, Bank Dunia juga turut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China di tahun depan menjadi 4,3 persen dari 8,1 persen, imbas dari penurunan bisnis.
“Pertumbuhan PDB riil diproyeksikan mencapai 2,7 persen tahun ini, sebelum pulih menjadi 4,3 persen pada 2023, di tengah pembukaan kembali ekonomi,” jelas Bank Dunia seperti dikutip dari Al Jazeera.
Beragam cara kini mulai diterapkan pemerintah China guna mengembalikan kondisi perekonomian negara yang anjlok, diantaranya seperti melonggarkan kebijakan nol-Covid setelah hampir tiga tahun pemerintah China melakukan pembatasan ketat.
Selain itu Beijing juga berusaha mengatasi tekanan ekonomi dengan memangkas suku bunga, serta memompa perdagangan uang tunai ke dalam sistem perbankan. Dengan kebijakan ini diharap dapat pemerintah China dapat mengurangi beban bisnis yang selama ini dialami para investor.
"Mengarahkan sumber daya fiskal ke pengeluaran sosial dan investasi hijau tidak hanya akan mendukung permintaan jangka pendek, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam jangka menengah," pungkas Ekonom Utama Bank Dunia untuk China, Elitza Mileva.