Namun, pihak tersebut tidak pernah dijadikan tersangka apalagi terdakwa.
"Terhadap pribadi dan instansi ini, jaksa penuntut umum juga cenderung duduk manis saja," kata Benny Tjokro dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2022).
Tak hanya itu, dalam pleidoinya Benny Tjokro juga menuding JPU berusaha menghapuskan keuntungan triliunan rupiah yang diterima ASABRI dari hasil pekerjaannya.
Menurut Benny, hal itu dilakukan dengan menyebutkan uang keluar dari ASABRI tanpa menerangkan adanya uang yang diterima.
"Anehnya hitungan itu kemudian diamini saja oleh BPK, seolah-olah PT ASABRI hanya mengeluarkan uang tanpa pernah menerima apapun," katanya.
Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto menyebutkan ada beberapa alasan yang membuat hakim menolak tuntutan dari JPU.
Salah satunya, JPU dinilai melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.
Eko beralasan JPU tidak bisa membuktikan kondisi tertentu yang dimaksudkan Pasal 2 Ayat 2 dalam UU nomor 20 Tahun 2001 yang menyebutkan pidana hukuman mati bisa dijatuhi jika negara dalam kondisi tertentu, seperti krisis atau bencana.
“Berdasarkan fakta hukum terdakwa melakukan tindakan pidana korupsi pada saat negara dalam keadaan aman,” ujar Eko.
Hakim juga menilai Benny Tjokro tidak melakukan korupsi secara pengulangan. Alasannya, kasus korupsi di PT Asabri dan PT Asuransi Jiwasraya dilakukan di posisi yang sama.
Di sisi lain, kuasa hukum Benny Tjokro juga belum menyiapkan langkah selanjutnya terkait putusan vonis tersebut. “kami kuasa hukum masih melihat dan masih akan komunikasi apa langkah selanjutnya,” pungkasnya.
Tanggapan Pakar Hukum Perbankan
Pakar hukum perbankan sekaligus Mantan Kepala PPATK Yunus Husein mengungkapkan bahwa vonis penjara seumur hidup yang didapat keduanya dalam kasus Jiwasraya sudah merupakan hukuman maksimal.
Yunus mengungkapkan ada peluang untuk adanya hukuman mati terhadap terdakwa tersebut. “Tapi belum pernah ada memang hukuman mati karena korupsi itu,” ujarnya.