Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus penagihan utang pengusaha jalan tol Jusuf Hamka sebesar Rp800 miliar menjadi perhatian selama sepekan ini.
Satuan Tugas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) dinilai perlu untuk bekerja lebih agresif utamanya di kasus utang konglomerat Jusuf Hamka.
Hal itu ditegaskan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah saat dihubungi Tribun, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: Soal Utang Jusuf Hamka, Pemerintah Diminta Satu Suara
"Permasalahan ini seharusnya bisa diselesaikan oleh Satgas BLBI apalagi penagihan sudah dilakukan berkali-kali," urai Trubus.
Satgas BLBI dibentuk dalam rangka penanganan dan pemulihan hak negara berupa hak tagih negara atas sisa piutang negara dari dana BLBI maupun aset properti.
Adapun Satgas BLBI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
"Kalau saya melihat Satgas BLBI ini seperti macan ompong jadi dia nggak berani (pakai hukum pidana). Karena BLBI ini kan istilahnya gunung emas ada ribuan triliun " kata Trubus.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap alasan mengapa utang pemerintah terhadap PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) belum juga dibayarkan.
Sri Mulyani menyadari betul kewajiban pemerintah untuk membayarkan utang ke CMNP sudah berkekuatan hukum.
Namun di sisi lain, pihaknya perlu melihat kepentingan negara, dalam hal ini berkaitan dengan kewajiban pembayaran utang yang terafiliasi Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto sebagai obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Diketahui CMNP merupakan perusahaan milik Tutut yang berdiri pada 1978.
Selain itu, Bank Yakin Makmur atau Bank Yama yang merupakan bank ditempatkannya dana deposito CMNP juga terafiliasi dengan Tutut.
"Kita menghormati tetap di satu sisi berbagai proses hukum, tapi juga kita melihat kepentingan negara dan kepentingan dari keuangan," kata Sri Mulyani.