Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ketidakhematan dan ketidakpatuhan penggunaan anggaran negara mencapai Rp 25,85 triliun sepanjang semester II tahun 2022.
Temuan itu diungkapkan Ketua BPK Isma Yatun dalam rapat paripurna di gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023). Isma menyebut BPK telah menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2022 yang antara lain memuat temuan bernilai Rp 25,85 triliun tersebut.
“Temuan terkait ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan sebesar Rp 11,2 triliun serta termuan ketidakpatuhan Rp14,65 triliun,” tuturnya. Dalam laporan IHPS tersebut juga mengungkap temuan terkait kelemahan sistem pengendalian intern.
IHPS tersebut memuat satu laporan hasil pemeriksaan (LHP) keuangan, 177 LHP kinerja dan 210 LHP dengan tujuan tertentu. Isma menyebut, entitas terkait telah menindaklanjuti temuan selama pemeriksaan. "Tindak lanjut dengan melakukan penyetoran uang atau penyerahan aset sebesar Rp 577,69 miliar," kata Isma.
IHPS kedua tahun 2022 juga memuat hasil pemeriksan atas dua prioritas nasional yakni penguatan infrastruktur, penguatan stabilitas politik, hukum, pertanahan, keamanan dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
“Pemeriksaan dilakukan pada 29 instansi pemerintahan pusat, 90 pemerintah daerah dan 4 BUMN,” ungkapnya.
BPK menyampaikan hasil pemeriksaan atas penguatan infrastrukutur menunjukkan permasalahan manajamen aset konsesi jalan tol masih belum memadai. Di antaranya tanah seluas 87,97 juta meter persegi pada 33 ruas jalan tol belum bersertifikat.
“Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah agar melakukn pendataan dan inventarisasi ulang sekaligus menyelesaikan proses sertifikasi tanah pada ruas jalan tol tersebut,” tambahnya.
Baca juga: BPK Temukan 33 Ruas Tol Belum Punya Sertifikat Tanah
Pada pemeriksaan stabilitas politik dan peningkatan kualitas pelayanan publik terdapat masalah antara lain penetapan aksi pencegahan aksi korupsi belum sepenuhnya didukung data karakter, risiko serta belum mengacu pada kajian akademik.
Baca juga: BPK: 13 BUMN Menunggak Pekerjaan yang Didanai PMN Senilai Rp 10,49 Triliun
“Atas permasalahan ini BPK merekomendasikan pemerintah untuk memerintahkan sekretariat nasional pencegahan korupsi menyusun dan menetapkan pedoman dan prosedur operasional baku terkait dengan penyusunan aksi, pencegahan korupsi yang diusulkan dalam mengatasi risiko korupsi,” tukasnya.