Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - International Monetary Fund (IMF) menyebutkan, ekonomi Indonesia dapat tumbuh melambat dipengaruhi lesunya permintaan dari mitra dagang, lesunya pasar tenaga kerja, dipastikan akan meredam akibat tekanan inflasi.
Tidak itu saja, hambatan dari kebijakan konsolidasi fiskal terkini dan sikap kebijakan moneter yang lebih ketat, yang akan menyebabkan pertumbuhan kredit lebih lambat.
Baca juga: IMF Minta Cabut Larangan Ekspor Nikel, Pengusaha: Pemerintah Harus Berani dan Siap Hadapi Pihak Luar
"Hal ini tentunya menjadi perhatian pengambil kebijakan moneter dan fiskal," ujar Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus dalam risetnya, Senin (3/7/2023).
Dia mengungkapkan, pasar berharap adanya sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal, sehingga ini akan menopang momentum pemulihan ekonomi nasional hingga akhir tahun untuk menjaga perekonomian untuk tetap tumbuh.
"Apalagi dengan adanya endemi pasca Covid 19," katanya.
Sebelumnya, IMF dalam laporannya artikel IV Consultation tahun 2023 memberikan catatan, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia menujukan pemulihan yang baik pasca pandemic Covid-19.
Pencapaian tersebut tentunya tidak terlepas dari peran kebijakan moneter dan fiscal untuk menjaga dan meningkatkan kinerja makroekonomi menjadi lebih kuat.
Baca juga: Indonesia Sudah Tidak Punya Utang ke IMF, Menteri Bahlil Lahadalia: Lunas Sejak Era SBY
Di mana ditengah ketidakpastian akan kondisi global saat ini yang dipengaruhi dengan inflasi dan suku bunga tentunya menjadi tantangan Indonesia dalam menjaga normalisasi kebijakan moneter dan fiskal sebagai upaya menjaga ekonomi nasional.
"IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami moderasi di kisaran 5 persen pada 2023. Namun demikian, IMF juga memberikan catatan yang dapat memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia tentunya sebagai isyarat agar Indonesia tidak terlena," pungkasnya.