News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polemik TikTok Shop

TikTok Shop Dituding Ancam UMKM Lokal, Berikut Pendapat Para Pengamat Ekonomi Digital

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Social commerce seperti TikTok dinilai pada dasarnya merupakan sesuatu yang tidak dapat dilarang sepenuhnya.

Maka dari itu, yang seharusnya dilakukan adalah pengaturan untuk social commerce yang disamakan dengan e-commerce, karena prinsipnya sama-sama jualan menggunakan internet.

"Pengenaan pajak dan sebagainya menjadi krusial diterapkan di social commerce," ungkap Nailul Huda kepada Tribunnews, Senin (11/9/2023).

"Sebelumnya, pada tahun 2019 saya sudah sampaikan bahwa social commerce ini akan lebih sulit diatur karena sifatnya yang tidak mengikat ke perusahaan aplikasi. Akan banyak loophole di situ," sambungnya.

Terkait dengan merugikan UMKM lokal, Huda justru melihatnya dari sisi impor. Diketahui, barang impor di pasar online terdapat dua jenis.

Pertama adalah barang impor yang penjualnya juga berasal di luar negeri, jadi shippingnya dari Luar Negeri. Barang yang ini biasa disebut cross border commerce.

Dengan kebijakan pelarangan impor maksimal 100 dolar AS, pasti akan efektif karena benar-benar dilarang.

Kedua adalah barang impor yang dijual oleh seller lokal, namun shippingnya dari domestik. Berdasarkan catatan Huda, ini porsinya besar sekali dan tidak bisa dibatasi oleh kebijakan larangan impor maksimal 100 dolar AS.

"Kebijakan pelarangan impor bagi produk di bawah harga 100 dolar AS memang akan efektif untuk membendung impor, tapi untuk sistem yang cross border commerce. Pasti akan menurunkan impornya," papar Huda.

"Tapi ya itu, untuk impor cross border commerce. Kalo untuk yang barangnya sudah di Indonesia, tentu gak akan berpengaruh sih kebijakan ini. Maka sejatinya kalo memang mau impor bisa melalui mekanisme impor seperti biasa bukan melalui ecommerce. Agar ada nilai tambah ke perdagangan kita," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, banyak pelaku UMKM dari berbagai sektor yang mengeluh padanya karena kalah saing di social commerce.

Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri.

"Social commerce itu bahaya juga. Dia bisa mengidentifikasi pelanggan dengan big datanya. Ibu ini suka pakai bedak apa, suka pakai baju apa," ujarnya.

"Nanti yang produk dalam negeri begitu masuk iklan di social commerce, bisa sedikit (munculnya, red). Yang produk dia (hasil produksi social commerce tersebut) langsung masuk ke ibu-ibu yang teridentifikasi dan terdata," sambung Zulhas.

Maka dari itu, ia menegaskan social commerce harus ditata regulasinya karena kalau tidak, pelaku UMKM Tanah Air bisa mati.

Untuk tambahan informasi, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan bahwa marketplace tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini