"Ini terjadi karena tingkat partisipasi publik yang sudah matang dalam hal sharing, shaping dan funding lewat media sosial," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, prinsip regulasi adalah melindungi semua pihak, baik konsumen, pengusaha dan kedaulatan negara.
"Seharusnya pemerintah mampu mengeluarkan peraturan yang akan berdampak kebaikan bagi industri e-commerce dengan dasar yang jelas dan kuat. Menghindari iklim yang tidak adil bagi pelaku industri dan merusak iklim usaha seperti adanya regulasi anti-kompetitif, keamanan data, regulasi payment, delivery serta regulasi standarisasi produk dan perlindungan konsumen. Pemerintah perlu aktif mengadakan konsultasi terbuka dengan Perusahaan, kelompok industri serta konsumen yang akan terkena dampak dari peraturan baru mereka," papar Tesar.
Dalam kesempatan yang sama, Andre Oktavianus, pemilik UMKM jual beli baju anak Kiminori Kids mengatakan jika sejatinya, yang terdampak besar secara positif dari social commerce ini tak hanya UMKM, melainkan para reseller dan affiliate yang turut memasarkan produk UMKM.
“Affiliator ini seperti reseller, dan ini hanya ada di TikTok Shop. Rata-rata UMKM memiliki ratusan reseller atau affiliate. Mereka kebanyakan adalah single parent, tulang punggung keluarga. Modalnya juga tidak sulit, bahkan telepon genggam saja sudah cukup. Mekanisme ini membantu untuk membuka peluang seluas-luasnya bagi siapapun yang sedang membutuhkan, apalagi di masa pasca pandemi ini banyak orang yang masih membutuhkan penghasilan,” tutur Andre.
Sejak bergabung dengan TikTok Shop di September 2022, Andre merasakan banyak manfaat. Selain pertumbuhan bisnis yang terus meningkat, Andre juga dapat bertemu dengan banyak orang dan membangun jaringan yang luas. Melalui TikTok Shop, sekarang pembeli produk-produknya sudah tersebar di seluruh Indonesia. “Ini karena pengguna TikTok tersebar dari Sabang sampai Merauke,” ujarnya.
Baca juga: TikTok Ogah Setop Bisnis Medsos dan E-Commerce Secara Bersamaan Meski Diminta Dua Menteri Jokowi
Terkait dengan rencana pemisahan social commerce dari media sosial seperti yang sedang direncanakan pemerintah, Andre berpendapat bahwa hal itu akan mematikan bukan hanya seller, yang sebagian besar adalah UMKM, namun juga affiliator yang kebanyakan ibu rumah tangga dan tulang punggung keluarga.
"Kebanyakan affiliator kami adalah ibu rumah tangga. Saya beberapa kali menjumpai seorang affiliator yang live waktu subuh, dan saat saya tanya beliau menjelaskan pada saya kalau ia memanfaatkan waktu kosong sebelum mempersiapkan sarapan dan membangunkan anaknya untuk sekolah. Terus terang, beberapa di antara mereka saat ini turut khawatir mendengar rencana pemerintah untuk memisahkan social commerce dari media sosial karena ini bisa berarti mata pencaharian mereka akan hilang,” tutup Andre.