Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan, pemerintah harus mewaspadai peningkatan inflasi ke depan dari munculnya perang Hamas Vs Israel.
"Yang perlu diwaspadai dari sisi ekonomi adalah dampak terhadap peningkatan inflasi," ujar Faisal.
Inflasi berpotensi meningkat, menurut Faisal, terutama dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia, khususnya apabila konfliknya meluas dan berkepanjangan.
"Namun untuk jangka pendek efek terhadap inflasi masih minimal karena kedua pihak bukan major exporter minyak," kata Faisal.
Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengungkapkan, konflik tersebut tentunya akan memberikan dampak serta mendisrupsi pasar keuangan di Indonesia.
Untuk dampak langsung dari perang Israel-Palestina kepada perekonomian Indonesia sebenaraya sangat-sangat terbatas, terutama karena hubungan dagang dan investasi Indonesia yang terbatas kepada kedua negara tersebut.
"Berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, konflik Israel-Palestina memang akan mendorong risk-off sentiment di pasar keuangan global, namun sentimen ini cenderung bersifat temporer," ucap Josua.
Namun demikian, dampak yang mungkin lebih mempengaruhi Indonesia secara umum adalah dampaknya kepada harga minyak global.
Bila beberapa negara Timur Tengah memutuskan untuk ikut dalam konflik ini, maka mereka berpotensi melakukan pemotongan produksi minyak global dalam rangka membiayai perang.
"Dampak ini yang kemudian berpotensi mendisrupsi pasar keuangan Indonesia, APBN, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia," ucap Josua.
Baca juga: Sekutu Lama Vladimir Putin Dukung Palestina, Nyatakan Siap Ikut Perang Melawan Israel
"Hal ini diperparah oleh tren harga komoditas lainnya, yang tidak ikut mengalami peningkatan," sambungnya.
Kondisi tersebut, lanjut Josua, berpotensi membebani belanja negara, apalagi dengan kondisi Rupiah yang masih tertekan.
Seiring dengan bensin di Indonesia yang masih disubsidi negara, dampaknya kepada inflasi cenderung terbatas kecuali pemerintah berencana untuk melepaskan subsidi energi secara umum.
Selain dari potensi kenaikan harga minyak, risiko lainnya kepada Indonesia cenderung sangat terbatas, apalagi kepada sistem keuangan Indonesia.