Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kalangan buruh menuntut kenaikan upah sebesar 15 persen menjelang penetapan UMP 2024. Bagaimana respon dari kalangan pengusaha?
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia Sarman Simanjorang menyampaikan, kelompok buruh harus cermat dan realistis terutama mengacu pada kondisi ekonomi Indonesia saat in.
"Kita tahu saat ini masih dalam proses pemulihan, kita belum pulih akibat 2,5 tahun terdampak pandemi covid-19," ujar Sarman saat dihubungi Tribunnews, Jumat (10/11/2023).
Perekonomian mengalami perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal III-2023 di bawah 5 persen. Selain itu, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi global akibat perang Rusia-Ukraina hingga perang Hamas-Israel.
Baca juga: Prabowo Minta Buruh Tak Banyak Tuntut Upah, Serikat Pekerja Geram, Kubu Anies Bilang Tak Empati
"Ini pasti akan memiliki dampak perekonomian. Industri manufakturing pada posisi tidak baik-baik saja karena permintaan yang menurun. Implikasi kita lihat bahwa industri padat karya melakukan PHK. Kemudian juga secara umum industri manufakturing orientasi ekspor menurun, ini kita cermati," kata Sarman.
Permintaan dari kalangan buruh soal kenaikan upah 15 persen disebut Sarman harus bijak melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini. "Kami berharap teman-teman serikat buruh mengerti kondisi usaha saat ini," terang Sarman.
Sehingga, lanjut dia, berapapun kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 akan berbasis angka-angka sesuai pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional. Ia memaparkan, bagaimana UMP ditetapkan.
"Diambil dari angka-angka inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan juga ada pembandingnya seperti angka-angka jumlah keluarga yang sudah bekerja. Ini juga akan dihitung," imbuh Sarman.
Kadin akan berpedoman pada aturan aturan dan kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah dalam menetapkan UMP. Karena itu, masih menunggu proses revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang saat ini sudah berada di Kementerian Hukum dan HAM.
"Kita tunggu dan kami sangat berharap kepada teman-teman serikat buruh, kita jaga kondusivitas dunia usaha dan investasi kita. Mari kita ciptakan iklim usaha dan investasi kondusif, pertumbuhan ekonomi kita positif, seiring ekonomi kita membaik, sehingga kesejahteraan meningkat," ucap Sarman.
Ketentuan upah saat ini diatur dalam PP No 36/2021 tentang Pengupahan, turunan dari Undang-undang (UU) No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Di mana, ketentuan soal upah minimum diatur dalam Bab V.
Bagian Kesatu pasal 23 mendefinisikan upah minimum sebagai upah bulanan terendah, yaitu tanpa tunjangan atau upah pokok dan tunjangan tetap.
"Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum," demikian bunyi pasal 23 ayat (3) PP No 36/2021.
Upah minimum tersebut berlaku bagi pekerja/ buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun di perusahaan bersangkutan, dan untuk yang lebih dari 1 tahun berpedoman pada struktur dan skala upah.
"Upah minimum terdiri atas (a) upah minimum provinsi (UMP) dan (b) upah minimum kabupaten/ kota dengan syarat tertentu," bunyi pasal 25 ayat (1).
Sementara, ayat (2) dan (3) menetapkan, upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, secara khusus untuk huruf (b) meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/ kota yang bersangkutan.
"Kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dimaksud pada ayat (2) meliputi paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah. Data pertumbuhan ekonomi, inflasi, paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik," pasal 25 ayat (4-5) PP No 36/2021.
Jika mengacu ketentuan tersebut, formula pengupahan diantaranya menggunakan komponen pertumbuhan ekonomi atau inflasi, bukan total dari kedua indikator ekonomi tersebut.