Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak mentah kembali mengalami lonjakan melanjutkan kenaikan di pekan sebelumnya, imbas dari tensi geopolotik di Timur Tengah yang tak kunjung mereda.
Menurut laporan yang dirilis Anadolu, harga minyak mentah jenis Brent kini melonjak di kisaran 82,61 dolar AS per barel naik 0,48 persen dari harga sesi perdagangan sebelumnya.
Lonjakan serupa juga dialami minyak mentah Amerika West Texas Intermediate (WTI) yang dijual lebih mahal, jadi 78,25 dolar AS per barel pada penutupan perdagangan Selasa sore (12/3/2024).
"Minyak mentah diperdagangkan dalam kisaran yang ketat karena para pedagang menunggu perkiraan permintaan dari laporan bulanan tiga lembaga minyak utama," kata analis dari ANZ dalam sebuah catatan.
Kenaikan ini terjadi buntut konflik di Timur Tengah yang menegang pasca kelompok Houthi mengungkap akan menyiapkan sebuah "kiamat baru” untuk menjegal kapal – kapal kargo asal Amerika dan Inggris yang melintas di wilayah Laut Merah.
"Yaman tidak akan pernah berhenti mendukung perlawanan rakyat Palestina, di Jalur Gaza, dan perkembangan yang terjadi di Palestina, akan mempersatukan rakyat Yaman, dan menyebabkan mereka turun ke jalan menggelar unjuk rasa jutaan orang," kata Anggota Biro Politik Ansarullah (Houthi) Yaman, Ali Al Qahoum.
Houthi tak menjelaskan secara spesifik terkait kejutan militer apa yang akan diberikan kepada sekutu Israel.
Namun ancaman itu telah menimbulkan kekhawatiran bagi kapal pengangkut BBM yang akan melintas di wilayah Laut Merah. Hingga mereka mulai menangguhkan pengiriman ditengah ramainya permintaan pasar.
Baca juga: Ratusan Muslim New York Tarawih Berjamaah di Times Square, Panjatkan Doa untuk Keselamatan Gaza
“Meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut antara pasukan gabungan Inggris dan AS melawan kelompok Houthi menimbulkan kekhawatiran akan pasokan dan memberikan tekanan pada harga minyak,” jelas Daniel Hynes, ahli strategi komoditas di Australia dan New Zealand Banking Group.
Sebelum lonjakan harga terjadi, sejumlah analis telah memprediksi akan ada kenaikan harga minyak lanjutan di kuartal tahun ini.
Baca juga: Pilunya Ramadhan di Gaza, Warga Tak Punya Makanan untuk Disantap Saat Buka Puasa dan Sahur
Proyeksi itu didasari dengan adanya pemangkasan pasokan minyak yang dilakukan oleh dua negara pemimpin kelompok Organisasi Pengekspor Minyak OPEC+ yakni Rusia dan Arab Saudi.
Pemangkasan tersebut nantinya akan dilakukan hingga akhir kuartal kedua tahun 2024, tepatnya pada Juni mendatang
Lewat kebijakan baru itu, nantinya Arab Saudi akan memperpanjang pengurangan produksi minyak mentah sukarela sebesar 1 juta barel per hari, menjadi 9 juta barel per hari hingga akhir Juni.
Sementara Rusia akan memangkas produksi dan pasokan ekspornya sebanyak 471.000 barel per hari.
Baca juga: Atasi Krisis Pangan di Gaza, Mesir Distribusikan Paket Sembako ke Pengungsi di Perbatasan
Jumlah tersebut meningkat dari total pemangkasan BBM di kuartal pertama, dimana Moskow hanya mengurangi pasokannya sebanyak 500.000 barel per hari.
Meski pemangkasan seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan Rusia dan Arab Saudi, namun imbas pemangkasan telah memicu kekhawatiran pasar atas kemungkinan krisis pasokan minyak dari negara produsen OPEC+.
"Tanda-tanda pengetatan di pasar fisik terus mendorong harga minyak mentah lebih tinggi. Pemotongan produksi oleh aliansi OPEC+ terus mengurangi pasokan karena pasar khawatir terhadap ketegangan baru di Timur Tengah," imbuh analis ANZ.