Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF Abdul Manap Pulungan menilai masyarakat kelas menengah akan menjadi pihak yang paling terdampak dari rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025.
Abdul mulanya mengatakan bahwa masyarakat kelas menengah berpotensi keluar dari kelas ini ke miskin, apabila PPN sebesar 12 persen diterapkan pada tahun depan.
"Jadi yang menengah ke bawah itu sangat tinggi [terkena dampaknya], sehingga berpotensi akan menyebabkan mereka keluar dari kelas ini," kata Abdul dalam diskusi daring bertajuk "PPN Naik, Beban Rakyat Naik", Rabu (20/3/2024).
Baca juga: Dampak Panjang Kenaikan PPN 12 Persen, Mulai dari Kenaikan Harga Hingga Turunnya Pendapatan Negara
Salah satu dampak dari kenaikan PPN menjadi 12 persen ini adalah kenaikan harga barang dan jasa. Pajak sudah naik, gaji para masyarakat kelas menengah ini pun tidak otomatis akan mengalami penyesuaian.
Karena itu, menurut Abdul, masyarakat kelas menengah akhirnya harus menyesuaikan konsumsi mereka. Satu dari sekian hal yang terkena penyesuaian adalah kegiatan pelesiran yang dikurangi.
Apabila masyarakat kelas menengah mengurangi kegiatan pelesiran mereka, dampaknya akan dirasakan oleh sektor pariwisata.
"Jika ini terjadi, maka akan menyebabkan sisi sektor pariwisata atau travel itu akan berkurang yang pada akhirnya mempengaruhi di sisi penyediaan hotel dan teman-temannya," ujar Abdul.
"Nah, provinsi-provinsi yang bergantung pada sektor ini misalnya Bali, Sumatera Utara, dan beberapa lainnya itu akan terdampak dengan kebijakan secara tidak langsung dari kebijakan PPN ini," lanjutnya.
Berikutnya, Abdul mengatakan masyarakat kelas menengah yang kebanyakan bekerja di sektor informal akan menjadi sangat rentan terhadap kebijakan PPN ini.
Masyarakat kelas menengah disebut banyak bekerja di sektor informal, yang mana memiliki pendapatan tidak pasti.
"Kelas menengah memang rentan karena sebetulnya kan mereka itu banyak yang juga bekerja di sektor informal. Belum semua kelas menengah ini bekerja di formal," ujar Abdul.
"Sebagaimana kita ketahui sektor informal ini relatif rentan terhadap kebijakan-kebijakan karena mereka tidak mendapatkan pendapatan yang pasti," sambungnya.
Abdul menyebut, kalau yang bekerja di sektor formal pasti dia akan mendapatkan pendapatan berupa gaji setiap bulannya. Jadi, jika ada kenaikan PPN, tinggal menyesuaikan akan mengurangi konsumsi dari sisi mana.
Sementara itu, kata Abdul, ketika bekerja di sektor informal itu akan sulit karena pendapatannya tidak pasti. "Padahal PPN ini tidak dibatasi ke kelompok mana kenanya, tapi kena di seluruh level pendapatan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun 2025 menjadi 12 persen.
Rencana Kebijakan itu disampaikan oleh Menteri Koordinasi Perekonomian Airlangga Hartanto kepada awak media.
Pemerintah berdalih rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen bagian dari upaya reformasi perpajakan dan menaikkan penerimaan perpajakan.