TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah mengenakan pajak terhadap tunjangan hari raya (THR) dan bonus yang didapat dari pekerja.
Hal ini menjadi sorotan dari masyarakat melalui media sosial X (dulu Twitter) dengan kata PPh 21 dan trending selama beberapa hari.
"Zakat buat pejabat," tulis @bskr__ disertai tampilan pembayaran pajak sekira Rp 4,3 juta, dikutip kembai pada Rabu (27/3/2024).
Baca juga: Penerimaan Pajak RI hingga 15 Maret 2024 Mencapai Rp 342,88 Triliun
Komentar bernada sindiran juga ditulis oleh beberapa netizen, dan sebagian lagi menuliskan harapannya agar pajak yang dibayarkan akan digunakan pemerintah lebih tepat sasaran dan berguna kembali ke masyarakat.
"Capek-capek bayar pajak, eh duitnya dipake buat beli mobil dinas + strobo trus di jalan dipake buat nyuruh kalian minggir wahai para rakyat jelata," tulis @sannomiyya
Penjelasan Ditjen Pajak
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Dwi Astuti menerangkan, penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.
"Hal ini karena tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari s.d. November," ujar Dwi saat dihubungi Tribunnews, Selasa (26/3/2024).
Nantinya pada masa pajak Desember, kata Dwi, pemberi kerja akan memperhitungkan kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh pasal 17, dan dikurangi jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai dengan November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.
"Sebagai gambaran untuk kasus wajib pajak menerima THR, dengan metode penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER maka pemberi kerja akan melakukan dua kali penghitungan dengan tarif pasal 17 yaitu PPh 21 untuk gaji dan PPh 21 untuk THR," terangnya.
Sedangkan, lanjut Dwi, dengan penerapan TER, maka pemberi kerja tinggal menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan dikali tarif sesuai tabel TER.
"Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR memang akan lebih besar dibandingkan pada bulan-bulan lainnya karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar sebab terdiri dari komponen gaji dan THR," tutur Dwi.
Contoh Penghitngan Pajak THR
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberikan contoh penghitungan pajak THR dan bonus melalui akun Instagram mereka.
Jika seorang pegawai tetap yang bekerja penuh selama setahun memiliki gaji Rp 5 juta dan mendapatkan beberapa penghasilan lain berupa THR, bonus, dan uang lembur.
Pegawai itu menerima THR pada April sebesar Rp 5 juta, lalu uang lembur Rp 500 ribu pada Februari, Mei dan November. Premi JKK dan JKM tiap bulannya ialah Rp 40 ribu, sehingga total penghasilan brutonya dalam setahun adalah sebesar Rp 71,98 juta.
Dari total itu, dihitung pajaknya menggunakan tarif efektif rata-rata (TER) sesuai tabel dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58/2023 jo. PMK 168/2023.
Lalu, untuk akhir tahun atau Desember diperhitungkan sesuai dengan ketentuan pasal 17 UU PPh jo UU Cipta Kerja dikurangi akumulasi TER Januari-November.
Dengan demikian, total penghitungannya ialah penghasilan bruto setahun Rp 71,98 juta dikurangi biaya jabatan setahun Rp 3.599.000, dikurangi iuran pensiun setahun Rp 1,2 juta sehingga penghasilan neto setahun Rp 67,18 juta.
Dari jumlah itu dikurangi penghasilan tidak kena pajak Rp 58,5 juta, sehingga diperoleh penghasilan kena pajaknya senilai Rp 8,68 juta.
Setelah itu dikurangi dengan perhitungan lapisan PPh Pasal 21 terutang setahun untuk dikalikan dengan penghasilan kena pajak. Lapisan tarif pegawai itu masuk ke dalam golongan tarif 5 persen, sehingga 5% x Rp 8.681.000 sehingga total PPh Pasal 21 terutang setahun Rp 434.050.
Dasar Hukum Pemotongan Pajak THR
Dasar hukum pemotongan pajak THR dengan peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016. Berdasarkan pph pasal 21 yaitu wajib pajak, pajak THR lebih besar dibanding pajak gaji/upah karyawan. Perhitungan tersebut berdasarkan atas pendapatan tidak teratur serta tidak disetahunkan.
Hal ini telah disebutkan pada PER-16/PJ/2016 pasal 14 ayat 2 huruf a dan b. THR adalah penghasilan bersifat tidak teratur yang diterima sekali dalam setahun. Sehingga menghitung nilai pajaknya tidak perlu disetahunkan.
Baca juga: MK Tolak Hapus Ancaman Penjara Wajib Pajak yang Lalai Lapor SPT
Besaran potongan pajak THR tergantung pada besaran objek pajak yang dikenakan pada karyawan. THR juga termasuk dalam pajak penghasilan atau pph 21 sehingga dipengaruhi kepemilikan NPWP.
THR yang dikenai pajak yaitu apabila penghasilan yang diterima di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) melebihi Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun. Sedangkan, pajak THR sebesar lima persen untuk berpenghasilan Rp 60 juta dan penghasilan Rp 60 juta-Rp 250 juta kena 15 persen