TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengaku dirinya bersama dengan perjuangan seluruh pekerja menolak upah murah yang diberikan perusahaan.
Hal tersebut disampaikan Ida dalam memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day pada Rabu (1/5/2024).
"Komitmen Kementerian Ketenagakerjaan, komitmen pemerintah sama dengan komitmennya teman-teman pekerja atau buruh. Kami tolak upah murah, kami juga menolak PHK secara sepihak," kata Ida di acara peringatan Hari Buruh di Jakarta, Rabu (1/5/2024).
Menurutnya, sebagai upaya mencegah upah murah di Indonesia serta pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak, maka semua pihak perlu menerapkan pedomanan hubungan industrial Pancasila.
Ida meminta agar seluruh Serikat Pekerja, Serikat Buruh dan tentunya manajemen perusahaan agar mempedomani hubungan industrial Pancasila.
Baca juga: Kapolri: Buruh adalah Motor Penggerak Pembangunan
"Kami meminta kepada semua Serikat Pekerja, Serikat Buruh dan manajemen perusahaan untuk mempedomani hubungan industrial Pancasila," imbuh Ida.
Dalam tuntutan buruh yang disampaikan tersebut, yakni upah murah dan PHK sepihak, disebut sudah jelas bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Peringatan Hari Buruh Internasional yang dilakukan hari ini dirayakan dengan adanya aksi unjuk rasa dari para serikat pekerja/buruh di beberapa wilayah.
Dalam aksi para pekerja/buruh menyampaikan berbagai tuntutan di sektor ketenagakerjaan.
Tak hanya upah murah dan PHK sepihak saja yang jadi tuntutan, adapula tuntutan pencabutan klaster ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja, penolakan terhadap outsourcing hingga perlindungan pekerja migran.
UMP Jakarta Minimal Rp7 Juta
Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyoroti masih minimnya besaran gaji yang ditetapkan untuk wilayah Jakarta yakni Upah Minimum Provinsi (UMP) senilai Rp5.067.381 per bulan.
Presiden KSPI, Said Iqbal mengungkapkan, seharusnya gaji ideal pekerja di Jakarta di atas Rp5,2 juta hingga Rp7 juta per bulan.
Perhitungan ini menurut Said Iqbal bukanlah asal-asalan, melainkan merujuk dari rekomendasi data Survei Biaya Hidup (SBH) dari Badan Pusat Statistik (BPS).
SBH adalah adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga di daerah perkotaan (urban area) dan pedesaan (rural area) untuk mendapatkan pola konsumsi masyarakat sebagai bahan penyusunan diagram timbang dan paket komoditas yang baru dalam penghitungan Indeks Harga Konsumen (IHK).