TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ambisi calon Presiden terpilih Prabowo Subianto mengejar targetnya mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen dalam waktu 3 tahun ke depan, harus dilakukan ekstra keras.
Sebab, sebagian ekonom menilai target tersebut sulit dicapai.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan, pertumbuhan ekonomi dua sampai tiga tahun ke depan tidak ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi tahun lalu dan tahun ini.
"Pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kebijakan dan program-program yang diambil pemerintah terutama pada satu dua tahun sebelumnya," kata Piter saat dihubungi Tribun, Kamis (16/5/2024).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,11 Persen, Komisi XI: Waspadai Risiko Geopolitik
Menurutnya, kebijakan pemerintah tahun ini dan tahun depan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi 2 hingga 3 tahun kedepan.
Ia menyebut, tingkat konsumsi, ekspor dan impor serta investasi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tetapi yang tidak kalah penting adalah tingkat efisiensi dari sistem ekonomi.
"Jadi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, selain harus mendorong pertumbuhan konsumsi dan investasi di atas 8 persen, yang juga harus dilakukan adalah menurunkan angka ICOR (Incremental Capital Output Ratio) dari sekitar 6 saat ini menjadi lebih kecil daripada 4," paparnya.
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen, Prabowo harus menurunkan ICOR, menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi tumbuh, memperbaiki iklim investasi, membangun industri," sambung Piter.
ICOR merupakan besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit output. ICOR ini perlu dikendalikan untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ekonom Senior UOB Enrico Tanuwidjaya menilai target yang ditetapkan Prabowo sangat sulit dicapai, bahkan ia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kesulitan menyentuh angka 6 persen.
Enrico menerangkan dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, Indonesia membutuhkan sektor hilirisasi industri hingga transformasi digital.
Selain itu, diperlukan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif, mulai dari produktivitas UMKM, konektivitas dan keberlanjutan.
"Tanpa kebijakan fiskal yang lebih ekspansif sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan 6%," kata Enrico.