Menurutnya, beberapa buruh tekstil hanya mendapatkan kenaikan upah sebesar Rp 13.000 per bulan sebagai dampak dari aturan tersebut.
Sementara itu, dia menyoroti beban pekerja yang semakin bertambah dengan banyaknya potongan gaji dari program-program seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, hingga potongan pajak penghasilan (PPh) 21. Ditambah lagi dengan kenaikan biaya hidup seperti harga pangan yang terus melambung.
"Sekarang pemerintah malah menambah potongan Tapera di tengah kesulitan ekonomi yang buruh hadapi ini," jelas Roy.
Untuk itu, Roy meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut aturan yang dianggapnya tidak adil ini. Bahkan, ia mengancam akan melakukan aksi besar-besaran jika suara buruh tidak diakomodir.
Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menilai bahwa aturan yang diteken oleh Kepala Negara pada 20 Mei 2024 ini perlu dikritisi.
Ia melihat bahwa para pekerja swasta yang diwajibkan membayar iuran Tapera, tidak mendapatkan manfaat yang sama seperti pekerja yang memiliki upah di atas kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Selain itu, menurutnya, dana yang ditaruh di Tapera tidak memiliki kepastian imbal hasilnya, yang ditentukan secara subjektif oleh BP Tapera.
Hal ini berbeda dengan dana jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan, yang imbal hasilnya minimal sama dengan rata-rata deposito pemerintah.
Pekerja Diminta Pahami Manfaat Tapera
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan persoalan potongan Tapera harus dilihat manfaat dari kebijakan ini.
"Perlu dilihat mungkin benefitnya dan tentu dikaji manfaat apa yang bisa diperoleh oleh para pekerja terkait dengan perolehan perumahan maupun untuk renovasi perumahan," ujar Airlangga.
Merespons soal gelombang kritik dan amarah dari masyarakat, Airlangga meminta mereka memahami terlebih dahulu isi dari peraturan ini.
"Dipahami dulu," tutur pria yang juga Ketua Umum Partai Golkar itu.
Lebih lanjut, ia mengatakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mensosialisasikan kebijakan ini.
Tak hanya oleh PUPR, Kementerian Keuangan juga akan ikut mensosialisasikannya.