Pemerintah sendiri baru dapat memastikan menahan harga BBM termasuk non subsidi hingga Juni 2024.
Menteri ESDM Usul Kuota BBM Subsidi di Kisaran 19,99 Juta Kiloliter pada RAPBN 2025
Kementerian ESDM mengusulkan volume BBM bersubsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran (TA) 2025 sekitar 19,99 juta Kilo Liter (KL).
Usulan tersebut terdiri dari minyak tanah sebesar 0,51 hingga 0,55 juta KL dan minyak solar sebesar 18,33 hingga 19,44 juta KL.
"Kami mengusulkan volume BBM bersubsidi dalam RAPBN TA 2025 sebesar 18,84 hingga 19,99 juta KL," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam pernyataannya, dikutip Kamis (6/6/2024).
Arifin menjelaskan bahwa pemerintah terus memberikan subsidi tetap untuk BBM Solar dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah, dengan pengendalian volume dan mengontrol kelompok atau sektor yang berhak mendapatkan manfaat.
Baca juga: Jumlah Kendaraan Bermotor Pengguna BBM Subsidi yang Telah Lakukan Registrasi Bertambah 4,5 Juta
Pemerintah mempertimbangkan perkembangan indikator ekonomi makro, terutama Indonesia Crude Oil Price dan nilai tukar Rupiah, saat menentukan besaran subsidi tetap Solar.
"Dalam RAPBN TA 2025, kami mengusulkan Subsidi Tetap untuk Minyak Solar sebesar Rp1.000 - Rp3.000 per liter dan subsidi selisih harga untuk minyak tanah," kata Arifin.
Hal ini perlu dilakukan mengingat harga keekonomian minyak solar mencapai Rp12.100 per liter sedangkan Harga Jual Eceran sebesar Rp6.800 per liter.
Minyak solar masih banyak dipergunakan untuk transportasi darat, transportasi laut, kereta api, usaha perikanan, usaha pertanian, usaha mikro, dan pelayanan umum, sehingga diperlukan upaya menjaga harga jual eceran minyak solar.
Di kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR RI Nasril Bahar menyampaikan bahwa solar subsidi masih banyak disalahgunakan untuk kegiatan pertambangan.
Baca juga: Pak Jokowi, Terjadi Kelangkaan BBM Jenis Solar di Banten, Sopir Truk: Sudah Hampir Seminggu
Hal ini terjadi karena disparitas harga solar yang tinggi antara harga subsidi dan harga non-subsidi di pasaran.
"Mereka membeli solar bersubsidi dengan harga murah dan kemudian menjualnya kembali ke industri pertambangan dengan harga yang lebih tinggi," terangnya.
Di akhir sambutannya, Arifin mengimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama mengawasi penyaluran BBM bersubsidi dan melaporkan jika menemukan indikasi penyalahgunaan.
"Pemerintah akan terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penyaluran BBM bersubsidi agar tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan," tutupnya.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Bambang Ismoyo)(Kompas.com/Fika Nurul Ulya)