Jadi, jika penjualan rokok dibatasi, konsekuensinya berimbas pada penurunan omzet hingga ancaman mematikan keberlangsungan usaha dari para pedagang kelontong.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP AKRINDO Anang Zunaedi menilai aturan ini akan menekan pedagang ritel dan koperasi akibat adanya pembatasan penjualan.
Ia mengatakan, anggota AKRINDO yang berjumlah 900 anggota koperasi ritel dan 1.000 toko-toko lokal, rata-rata mengandalkan omzet dari penjualan rokok.
Jika aturan ini dijalankan, maka pelaku usaha akan kehilangan omzet setidaknya sebesar 50 persen.
“Kami secara tegas menolak PP 28/2024. Ini harus dibatalkan. Hingga proses penandatangan, kami tidak pernah diajak duduk bersama untuk membahas PP ini,” ucap Anang.
Sejumlah asosiasi ini menyatakan siap melakukan aksi dan turun langsung ke lapangan apabila permintaan mereka tidak mendapat tanggapan yang baik dari pemerintah.
Baca juga: Berpotensi Rugikan Ekosistem Tembakau Nasional, P3M Usul Pembatalan PP 28 Tahun 2024
Sebagai informasi, pengendalian zat adiktif produk yang mengandung tembakau atau tidak mengandung tembakau, baik rokok atau bentuk lain yang bersifat adiktif, diatur dalam Bab II Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif, dari Pasal 429 sampai Pasal 463 PP 28/2024.
Aturan rokok eceran tertuang pada Pasal 434 ayat (1) berbunyi, setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik:
- Menggunakan mesin layan diri;
- Kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil;
- Secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik;
- Dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui;
- Dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak; dan
- Menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.