Padahal, para ekonom memprediksi konsumsi dan penjualan ritel akan tumbuh 2,5 persen dalam periode tersebut. Masalah inilah yang membuat gen Z di China makin berpikir dua kali dalam membeli produk fesyen mewah.
Baca juga: Industri Otomotif Eropa Limbung, Audi Dikabarkan Jual Pabrik Belgia ke Perusahaan China
Barang KW Jadi Incaran Gen Z
Dampak perlambatan ekonomi yang jelas telah membuat permintaan brand-brand palsu meningkat. Menurut Direktur firma riset pasar yang berkantor pusat di Shanghai, Mintel, selama tahun 2022 hingga 2024 permintaan produk pingti, replika dari barang bermerk atau barang KW yang mengalami peningkatan tiga kali lipat.
Meski barang replika atau KW, namun produk hampir tidak dapat dibedakan dari produk aslinya yang dibanderol jauh lebih mahal. Dorongan tersebut yang membuat gen Z China mulai kepincut memborong barang KW dari brand fashion Louis Vuitton, Chanel.
“Barang tiruan bisa jauh lebih murah daripada pesaing bermerek mereka. Sepasang celana yoga Lululemon ( LULU ) Align harganya 106 dolar AS di situs web resminya di Tiongkok. Sebaliknya, di situs e-commerce Tmall lusinan produk tiruan dari celana LULU dengan kualitas yang sebanding hanya dibanderol 5 dolar AS,” jelas Gu, analis Mintel.
Popularitas kategori produk KW melonjak karena kepercayaan konsumen di Tiongkok mendekati titik terendah dalam sejarah.
Gu mengatakan bahwa 10 tahun lalu konsumen Tiongkok, merupakan pembelanja barang mewah terbesar di dunia, berbondong-bondong membeli barang-barang Berat dari merek-merek terkenal.
Namun kini dampak krisis ekonomi konsumen beralih ke alternatif yang lebih terjangkau, sebuah tren yang menjadi “arus utama yang baru.”
Meningkatnya kecintaan warga China terhadap barang tiruan sayangnya memicu masalah baru bagi merek-merek mapan seperti Louis Vuitton. Penjualan di perusahaan induknya yang bergerak di bidang barang mewah, LVMH dilaporkan mengalami penurunan laba hingga mencapai 10 persen.