"Indonesia bertransformasi dari pertanian tradisional ke modern. Kita tidak kalah dengan luar negeri," tegas Amran.
Amran juga memamerkan peralatan pertanian canggih.
Ada traktor dua roda dan empat roda, eskavator, drone untuk memumpuk dan menebar benih, traktor menanam padi, traktor memanen padi dan lainnya.
Untuk menggarap sawah ini, pemerintah memanggil anak-anak muda untuk terjun langsung menggarap sawah dengan cara modern.
"Ada 3000 anak muda dan mahasiswa yang terlibat dalam program cetak sawah ini," tegasnya.
Dengan menggunakan teknologi canggih, satu kelompok petani berjumlah 20 orang bisa menggarap sawah seluas 250 hektar.
Amran menghitung, jika padi yang dihasilkan rata-rata 5-6 ton per hektar, maka pemuda dan mahasiswa yang menggarap sawah, mininal mereka bisa mendapatkan Rp 30 juta per orang dalam satu musim panen.
"Kalau rajin dan hasilnya bagus, bisa dapat lebih banyak," kata Amran.
Haidar (21 thn), pemuda asal Sidoarjo Jawa Timur yang menjadi bagian petani milenial penggarap sawah di Kapuas mengaku senang bisa menjadi bagian dari program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai lumbung padi dunia.
Haidar sudah 2 pekan tiba di Kapuas dan bersama 20 rekan sekelompoknya menggarap sawah.
"Saya merantau dari Jawa Timur. Orangtua mengikhlaskan saya menjadi petani di sini," ujar Haidar yang alumnus Polbangtan Malang.
Bersama rekannya, ia menggarap sawah menggunakan peralatan canggih yang dihibahkan pemerintah.
Hal senada disampaikan Putra Jaya Ramadhan (22 thn) asal Mojokerto, Jawa Timur.
"Kami pasti bisa mengolah sawah di sini yang notabene adalah bekas rawa yang. Penuh tantangan untuk mengolahnya," katanya.
(Tribunnews.com/Yulis Sulistyawan)