Menurut dia, seharusnya petani didukung untuk bisa memproduksi pupuk organik secara sendiri.
Pemerintah bisa memfasilitasi dengan pemberian hewan ternak dan unit produksi olah pupuk organik sendiri.
Sementara itu, untuk pupuk kimia, ia mempersilakan produsen pupuk untuk mendistribusikannya kepada semua petani, baik itu pangan maupun non pangan.
Lalu, untuk distribusi pemasarannya, ia mengusulkan melalui para koperasi petani dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
"Jadi produsen pupuk silakan saja produksi pupuk kimia sesuai yang dibutuhkan seluruh petani Indonesia," pungkas Henry.
Sebelumnya pada Selasa pagi ini, pemerintah telah resmi memangkas rantai distribusi pupuk bersubsidi.
Hal itu dipastikan usai Kementerian Koordinator Bidang Pangan dan Kementerian Pertanian menggelar rapat koordinasi terbatas yang melibatkan kementerian/lembaga (K/L) lain.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa distribusi pupuk subsidi yang selama ini melibatkan banyak pihak seperti bupati, gubernur, dan beberapa kementerian, akan dipangkas.
Sistem distribusi yang baru ini akan menjadikan Kementerian Pertanian sebagai penanggung jawab utama, yang akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait distribusi pupuk subsidi.
Zulhas menjelaskan bahwa sebelumnya ada setidaknya delapan K/L yang terlibat dalam proses distribusi pupuk subsidi.
Hal itu, menurut dia, membuat proses tersebut menjadi sangat rumit dan tidak efisien.
Dengan kebijakan baru ini, Kementerian Pertanian cukup menyerahkan kepada Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), yang kemudian akan mendistribusikan pupuk subsidi kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
"Nah dari Kementerian Pertanian cukup serahkan kepada Pupuk Indonesia, Pupuk Indonesia kirim kepada Gapoktan. Itu yang diaudit, dipertanggungjawabkan, kemudian nanti Kementerian Keuangan bayar," kata Zulhas
Gapoktan, yang langsung berhubungan dengan petani akan bertanggung jawab untuk menyalurkan pupuk kepada anggotanya.