Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI mengendus adanya kejanggalan dalam proses kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika awalnya menjelaskan bahwa Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, memiliki utang sekitar Rp 20 triliun.
Salah satu pemasok asing asal India, yang berperan sebagai kreditur dengan utang sebesar Rp 100 miliar, berhasil mengajukan pailit terhadap perusahaan tersebut.
Yeka memandang proses mengajukan kepailitan berlangsung sangat cepat. Sidang dilakukan pada September, lalu sudah ada putusannya pada Oktober.
"Padahal kalau kita mempelajari contoh benchmarknya adalah Garuda saja, itu kalau enggak salah sidang kepailitannya itu tidak secepat itu," katanya ketika ditemui Tribunnews di Hotel Lemeridien Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Lalu, menurut dia, ada indikasi bahwa upaya ini bisa saja merupakan bagian dari suatu pola yang disebut sindikasi "Burung Pemakan Bangkai".
Jadi, perusahaan yang sebenarnya masih bisa bertahan, dipailitkan untuk kemudian dimanfaatkan oleh kreditor. "Perusahaan sehat dibikin sakit," tutur Yeka.
Berdasarkan informasi yang Yeka terima, meskipun Sritex memiliki utang sangat besar, perusahaan ini masih menunjukkan indikator bisnis yang sehat.
Salah satunya adalah pembayaran gaji karyawan tidak pernah terlambat.
"Apakah Sritex usahanya sehat? Indikasinya banyak, salah satunya belum pernah dia menunggak bayar gaji karyawan. Rasio utang menurut mereka masih sehat, masih bisa terbayarkan," ujar Yeka.
Yeka mengisyaratkan adanya potensi maladministrasi dalam pelayanan publik mengingat prosedur putusan pailit yang dinilai tidak mempertimbangkan segala aspek dan asas kepentingan umum.
Baca juga: Tunggu Keputusan Hakim Pengawas, Sritex Yakinkan Tidak Ada PHK Karyawan
Ia menyoroti pelaksanaan tugas kurator yang ditunjuk dalam proses kepailitan ini.
Ombudsman akan mengkaji lebih lanjut mengenai apakah prosedur yang diambil sudah sesuai dengan undang-undang dan apakah ada konflik kepentingan dalam penunjukan atau pelaksanaan tugas kurator tersebut.
"Kalau di situ nanti ternyata ada prosedur yang dalam tanda kutip ada potensi maladministrasi di sana, maka Ombudsman akan memanggil kurator itu secepatnya," pungkas Yeka.
Baca juga: Ombudsman RI Minta Pemerintah Percepat Upaya Penyelamatan Sritex
Sritex telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin 21 Oktober 2024.
"Menyatakan bahwa para termohon (termasuk Sritex) pailit dengan segala akibat hukumnya," bunyi petitum perkara tersebut, dikutip dari Kompas.com.
Pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.
Adapun pemohon dari perkara ini adalah PT Indo Bharat Rayon.
Sementara, perkara tersebut mengadili para termohon yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk dan sejumlah perusahaan terafiliasi pemilik Sritex yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.
Dengan demikian, putusan Sritex pailit tersebut sekaligus membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Semarang Nomor No. 12/ Pdt.Sus-PKPU/2021.PN.Niaga.Smg Tanggal 25 Januari 2022 mengenai Pengesahan Rencana Perdamaian (Homologasi). Adapun perkara ini telah didaftarkan sejak 2 September 2024.
Namun kini, Sritex telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.