Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyatakan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen sudah sesuai dengan perhitungan pemerintah terhadap dampak dari biaya tenaga kerja di setiap sektor.
Menurutnya, biaya tenaga kerja langsung atau cost of labor itu berbeda-beda. Misalnya di sektor padat karya biayanya sekitar 30 persen sedangkan sektor non padat karya lebih kecil yakni 15 persen.
Baca juga: UMP 2025 Naik 6,5 Persen, Pengamat: Dongkrak Daya Beli Masyarakat
"Kalau sektornya padat karya sekitar 30 persen. Non padat karya kan pengaruh cost of labor itu di bawah 15 persen. Jadi pemerintah sudah melihat terhadap cost structure di setiap sektor," kata Airlangga kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senin (2/12/2024).
Pengusaha sebelumnya merasa khawatir kenaikan UMP ini bakal berdampak terhadap PHK massal. Namun, Airlangga menegaskan kepada pengusaha bahwa PHK menjadi langkah terakhir.
"Ya tentu PHK itu langkah terakhir dari pengusaha. Kemarin aja ada pertemuan Rapimnas Kadin, jadi sudah jelas di Rapimnas Kadin," tuturnya.
Adapun Wakil Ketua Umum Kamar Dagang (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang mempertanyakan rumus penghitungan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen.
"Pelaku usaha dipastikan akan bertanya dari mana rumusnya angka sebesar 6,5 persen tersebut. Untuk itu kami belum bisa memberikan respons dan komentar," ujar Sarman saat dihubungi Tribunnews, Jumat (29/11/2024).
Baca juga: Upah Minimum Tahun 2025 Resmi Naik 6,5 Persen, Berikut Besaran UMP di Jakarta setelah Naik
Sebab, ucap Sarman, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023, penetapan Upah Minimun 2025 akan memakai formula inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang disimbolkan dalam bentuk alfa dan kebutuhan hidup layak sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
"Kami menunggu penjelasan yang lebih komprehensif dari Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dari mana angka kenaikan 6,5 persen tersebut," kata Sarman.
Kalangan pengusaha merasa tidak dilibatkan dalam merumuskan kenaikan Upah Minimum Provinsi sebesar 6,5 persen tersebut. Karena itu, dia berharap kepada Pemerintah dalam menetapkan kenaikan UMP harus mendengar aspirasi dari pekerja dan pengusaha.
Baca juga: Apindo Keberatan UMP Naik 6,5 Persen, Partai Buruh Kompromistis: Angkanya Sudah Lampaui Inflasi
"Karena yang akan menanggung kenaikan UMP itu adalah pengusaha, sehingga memang aspirasi pelaku usaha juga perlu didengarkan oleh Pemerintah sebelum menetapkan besaran kenaikan UMP," terang Sarman.
Kalangan pengusaha berharap kenaikan UMP memperhatikan kondisi ekonomi nasional saat ini dan kondisi geopolitik dunia serta daya beli masyarakat yang saat ini masih belum stabil.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP untuk tahun 2025 sebesar 6,5 persen.
Keputusan tersebut diambil setelah rapat terbatas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar, dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli di Kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Pemerintah mengupayakan aturan teknis kebijakan tersebut segera diterbitkan. Menteri Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan, aturan kenaikan UMP akan dimuat dalam peraturan menaker (Permenaker). Dia berupaya aturan tersebut dikeluarkan pada pekan pertama Desember 2024.
"Saya tidak bisa janjikan ya mungkin sebelum Rabu kita sudah keluar. Permenaker," ujar Yassierli.
Yassierli menyampaikan alasan pihaknya mengupayakan aturan teknis kenaikan UMP 2025 dikeluarkan dalam waktu cepat. Pemerintah ingin kebijakan tersebut diterapkan pemerintah daerah sebelum 25 Desember.