"Jadi, balik lagi ini menurut saya masyarakat pada akhirnya boncos juga gitu ya. Kenaikan upahnya tidak seberapa, tetapi kenaikan harga yang terjadi di tahun depan itu jauh lebih tinggi daripada kenaikan upahnya," ucapnya.
Hal serupa juga pernah diutarakan oleh Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam.
Bob mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN justru bisa menyebabkan penurunan tax revenue atau pendapatan pajak negara.
Menurut dia, jika pasar merespons negatif, dampaknya bisa membuat konsumen menahan pembelian, yang pada akhirnya menurunkan volume penjualan dan dapat mengurangi penerimaan pajak.
"Saya khawatir dengan kenaikan PPN ini justru tax revenue kita malah akan turun kalau market bereaksi negatif," kata Bob kepada Tribunnews, Kamis (14/11/2024).
"Kalau bisnis tertekan, pembeli menahan pembelian, market turun, pada akhirnya tax revenue juga turun," sambungnya.
Bob pun mengingatkan pengalaman saat pandemi Covid-19.
Saat itu, pemerintah memberikan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk sektor otomotif.
Insentif tersebut bukannya menurunkan pendapatan pajak, tetapi malah mendorong kenaikan penjualan mobil, yang berimbas pada peningkatan pendapatan pajak.
"Pengalaman kita sewaktu pandemi Covid selesai, pemerintah kasih relaksasi PPnBM otomotif, sehingga penjualan langsung naik. Tax revenue ikut naik," tutur Bob.
"Nah yang kita khwatirkan kondisi sebaliknya terjadi. PPN naik justru tax revenue akan turun dan ongkos dampak serta pemulihannya akan lebih besar," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan mengumumkan kejelasan terhadap kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang naik menjadi 12 persen di awal tahun 2025.
"Nanti akan diumumkan Minggu depan," kata Airlangga kepada wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (3/12/2024) malam.
Airlangga mengatakan, sebelum diumumkan pihaknya terlebih dulu melapor kepada Presiden RI Prabowo Subianto terhadap nasib kenaikan PPN 12 persen ini.
Sebab, kebijakan itu diketahui menuai kritik dari pengusaha yang menilai bisa menciptakan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak dari kenaikan PPN 12 persen.