TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah perlu memperluas pembangunan infrastruktur baru dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), yakni mekanisme pengadaan proyek infrastruktur yang melibatkan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha.
KPBU juga dikenal sebagai skema Public-Private Partnerships (PPP) sebagai alternatif untuk mengatasi keterbatasan anggaran di APBN untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur baru dengan melibatkan langsung sektor swasta.
"Kalau pemerintah ingin mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen, pembangunan infrastruktur tidak bisa dikesampingkatn atau ditinggalkan."
"Masalahnya, Pemerintah tidak bisa membiayai sendiri pembangunan infrastruktur dari dana APBN," ungkap Pratomo Ismujatmika, Deputi Direktur PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) di acara Talkshow Creative Financing, Jurus Jitu Infrastruktur Menembus Ekonomi 8 Persen di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.
Baca juga: Jejak 10 Tahun KPBU: Terus Melangkah untuk Kemajuan Infrastruktur Indonesia
Dia mengatakan, skema pembiayaan campuran atau blended financing antara pemerintah dan swasta melalui skema KPBU merupakan pilihan tepat saat ini di tengah keterbatasan anggaran.
"Blended financing menjadi pilihan untuk mengatasi kendala ini dengan menarik swasta masuk. Apalagi pemerintahan baru saat ini lebih fokus pada ketahanan pangan (ketimbang membangun infrastruktur)," ujar Pratomo.
Dalam skema KPBU ini pemerintah sudah mendirikan PT PII, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas untuk menjamin proyek infrastruktur pemerintah yang dikelola Kementerian Keuangan.
Dalam KPBU, pemerintah dan badan usaha bekerja sama untuk menyediakan infrastruktur dan layanannya untuk kepentingan umum.
Pratomo memaparkan, dalam pembiayaan proyek infrastruktur dengan skema KPBU biasanya investor mempertanyakan kelayanan proyek yang akan dibangun.
Misalnya terkait kelayakan pembiayaan oleh perbankan dengan tenor sampai 10 tahun atau di atasnya. Juga soal penerapan standar ESG pada proyek infrastruktur yang akan dibangun.
"Saat ini proyek infrastruktur baru yang dibangun, sebanyak 30 persen dari nilai proyek berasal dari ekuitas investor dan 70 persen sisanya dari perbankan," beber Pratomo.
"Maka itu upaya meyakinkan perbankan akan kelayakan infrastruktur tersebut harus kuat karena pembangunan infrastruktur sangat berisiko mulai dari pembebasan lahan sampai biaya perawatannya," imbuhnya.
Dia menegaskan, PT PII didirikan pemerintah dan dikelola di bawah kendali Kementerian Keuangan untuk menyerap risiko pembangunan proyek proyek infrastruktur.
"Selama masa pandemi, PII memberi penjaminan kepada korporasi swasta agar bisa mengakses pembiayaan perbankan untuk pembangunan proyek infrastruktur," sebutnya.
Dia mengatakan, sejak berdiri pada 30 Desember 2009, PII mampu menarik masuk Rp 536 triliun investasi swasta dan sampai saat ini menangani 35 proyek infrastruktur dengan skema KPBU.
Pemda juga Bisa Manfaatkan Skema KPBU
Pratomo menambahkan, creative financing melalui skema KPBU tak hanya bisa diterapkan di proyek berskala besar oleh Pemerintah Pusat, saja tapi juga bisa diterapkan di proyek infrastruktur berskala kecil di daerah.
Misalnya proyek penyediaan lampu penerangan jalan umum di Kabupaten Madiun, Jawa Timur yang dikerjasamakan dengan investor dan biaya pembangunannya dibayar sekala berkala.
Dalam skemap KPBU ini jika lampu penerangan jalan umum tidak menyala, maka pemerintah tak perlu bayar ke investor. Pemeliharaannya dilakukan oleh pihak investor.
Di sini PII turut menjamin pembayaran cicilan pembayaran Pemda ke investor," ungkap Pratomo.
Dia juga mencontohkan skema KPBU di proyek revitalisasi Terminal Purabaya di Sidoarjo, Jawa Timur.
Di sana banyak lahan yang iddle dan dulu hanya menjadi area parkir bus.
"Sekarang ditawarkan ke swasta banyak yang tertarik misalnya dijadikan kawasan properti mixed use dijadikan hunian dan area komersial dengan tanggung jawab perawatan aset terminal oleh investor dengan lama konsesi 30 tahun dengan nilai proyek Rp1,7 triliun," ungkapnya.
Lahan lahan terminal inimerupakan aset Kementerian Perhubungan dan lokasinya strategis di tengah kota.
INDEF Rekomendasikan Perbaikan Perencanaan Proyek
Ekonom INDEF Ariyo DP Irhamna merekomendasikan perlunya perbaikan dalam perencanaan proyek di tingkat pemerintah.
Antara lain dengan memperkuat analisis atas kelayakan proyek yang akan dijalankan, baik aspek teknis, kelayakan finansial serta kelayakan lingkungan.
Dia juga merekomendasikan perlunya perampingan birokrasi melalui pemanfaatan platform digital untuk proses persetujuan dan antar lembaga.
Ariyo juga mendorong perlunya mempromosikan Kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS).
Caranya, dengan memanfaatkan keahlian sektor swasta berikut modalnya meningkatkan efisiensi proyek dan mengurangi ketergantungan pada pemerintah anggaran.
Ariyo juga merekomendasikan perlunya meningkatkan akuntabilitas melalui pengawasan independen dan audit kinerja demi memastikan perencanaan yang transparan dan efektif.
Dia juga merekoendasikan adopsi perencanaan berbasis data dengan mengintegrasikan teknologi dan data secara real-time yang akan membantu pemerintah membuat keputusan berdasarkan bukti.
Dia juga merekomendasikan agar pada setiap proyek infrastruktur yang dikembangkan pemerintah juga mempertimbangkan aspek nilai komersialnya untuk mendatangkan sumber pendapatan baru dari proyek yang dibangun saat nanti beroperasi.
"Infrastruktur publik memungkinkan peningkatan kegiatan komersial di
berbagai lokasi dan kegiatan komersial menghasilkan pendapatan baru atau pendapatan tambahan," bebernya.
Pemerintah bisa menciptakan komersial peluang dengan merencanakan ruang dan menggunakannya keahlian sektor swasta.