Ada banyak merek reagen dan alat yang digunakan untuk melakukan tes.
"Untuk yang tes PCR, sama juga, reagen yang digunakan bermacam-macam karena mesinnya juga macam-macam," ungkap Tonang.
"Harganya pun beda-beda," imbuhnya.
Tonang juga mengungkapkan, sudah ada seruan agar pemerintah membuat biaya tes rapid dan PCR tidak terlalu memiliki banyak variasi.
"Kami juga menyerukan agar pemerintah melakukan pengaturan semacam HET (harga eceran tertinggi) itu, ada batas atas dan bawah harga," kata Tonang.
Hal itu disebut Tonang dapat membuat variasi harga menjadi sempit.
"Mestinya demikian itu," ungkapnya.
Apabila pemetintah dapat menekan variasi harga, tidak ada lagi ungkapan yang menyebut tes corona sebagai ladang bisnis rumah sakit.
"Jadi tidak muncul kata-kata rumah sakit cari untung atau aji mumpung," ungkapnya.
Mengapa Bisa Ada Rapid Test Murah?
Dokter Tonang juga menanggapi adanya maskapai penerbangan yang menyediakan rapid test murah.
"Berbagai maskapai menawarkan, dan betul kok hanya Rp 95 ribu, bener enggak ini, ada juga yang gratis untuk 500 orang pertama," ungkap Tonang.
Keadaan ini disebut Tonang kembali bisa menyudutkan rumah sakit.
"Rumah sakit bisa dituding lagi ini nanti, 'kok rumah sakit tinggi, cari untung lagi' jadi kita sama-sama tidak nyaman," kata Tonang.
Sehingga Tonang berharap pemerintah dapat menyamakan harga atau mengurangi variasi biaya tes corona di Indonesia.
(Tribunnews.com/Apfia/Tribun Solo)