Pertama, pasien dan keluarga pasien ingin mendapatkan layanan yang lebih sehingga naik kelas layanan.
Tentunya ini ada selisih yang dimintakan kepada pasien.
Kedua, pasien dan keluarga pasien ingin mendapatkan pelayanan di luar yang ditanggung BPJS.
Diharapkan semua rumah sakit itu memberikan pengobatan sesuai dengan tata laksana klinik yang telah dikeluarkan.
Di dalamnya terdapat aturan-aturan, petunjuk-petunjuk tentang strategi pengobatan yang akan diberikan.
“Cuma kadang-kadang dalam pelaksanaannya bagi pasien yang kritis memang diberikan obat-obat yang sangat mahal, tetapi ini dimintakan persetujuan pasien dan keluarga pasien,” kata Kadir.
“Kita sesuai dengan aturan bahwa seorang pasien Covid-19 itu menjadi tanggung jawab pemerintah karena ini yang mengatur adalah perintah dari undang-undang wabah yang memang kita pegang sampai sekarang,” tambahnya.
Baca juga: Politikus PDIP: Anggaran Formula E Bisa untuk Biaya Vaksin Corona 18,3 Juta Orang
Baca juga: Vaksin Moderna Diklaim Ampuh Melawan Varian Baru Virus Corona
Selain itu, Kadir menegaskan, pembiayaan untuk COVID-19 ini sebenarnya bukan ditanggung oleh BPJS.
BPJS bertugas membantu Kementerian Kesehatan untuk melakukan verifikasi klaim untuk dibayarkan.
Sejalan dengan Kadir, Direktur Utama RS BUMN Pertamedika, Fathema Djan Rachmat, mengatakan, ketika obat-obatan yang memang harganya melampaui dari harga yang dibatasi, semisal monoklonal antibody yang harganya bisa sampai 1 atau 3 hari perawatan.
“Jadi kami memang meminta kepada Kementerian Kesehatan sebenarnya kalau obat-obat seperti ini kita bisa ditambahkan dan dibayar oleh Kementerian Kesehatan mungkin akan sangat baik sekali."
"Jadi kita tidak perlu meminta persetujuan dari keluarga pasien ketika pasien meminta diberikan obat-obatan,” imbuh Fathema.
(Tribunnews.com/Nuryanti)