Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 menciptakan tekanan lain, berupa meningkatnya stres yang dialami keluarga-keluarga di Indonesia.
Salah satunya terkait sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Kini, anak-anak telah kembali ke PJJ setelah libur akhir semester.
“Keluarga merupakan satuan terkecil dari ketahanan nasional. Pandemi Covid-19 ini, menciptakan tekanan kepada keluarga terutama ibu dan anak,” ujar Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, kepada wartawan, Senin (26/7/2021).
Para ibu, menurutnya, dipaksa kembali mengingat pelajaran sekolah di tengah-tengah kesibukan pekerjaan rumah atau karier.
Selain mengingat kembali pelajaran, para orangtua harus menghadapi menurunnya motivasi, konsentrasi, rasa bosan yang dialami anak, dan kebiasaan anak yang berubah.
Misalnya sulit bangun pagi.
Chriswanto menyebut setiap ormas Islam memiliki pembinaan generasi muda pada lembaganya masing-masing.
“Meskipun pandemi bersifat tidak selamanya, namun dalam jangka pendek dapat mengganggu pola pembinaan generasi muda,” kata dia.
Dia mencontohkan pembinaan generasi yang alim-faqih, berakhlakul karimah (berbudi pekerti luhur), dan mandiri menjadi sulit, bila sang anak tidur kesiangan.
Baca juga: Selain Guru, Kemendikbudristek Nilai Kolaborasi Orangtua dan Murid Sangat Penting dalam PJJ
“Pada banyak kasus PJJ membuat anak hilang kebiasaan bangun pagi. Lalu menjadi kebiasaan baru, hingga salat Subuh pun kesiangan, tidak lagi cekatan seperti biasa. Hal itu butuh perhatian khusus," kata Chriswanto.
Sementara itu, Ketua DPP LDII yang juga psikolog keluarga Siti Nurannisaa mengatakan PJJ turut menyumbang munculnya rasa tidak nyaman, seperti lelah, jenuh, cemas, atau takut.
“Pada kondisi ini seseorang biasanya mudah tersulut emosi, seperti marah tanpa sebab,” ujar Nisa.