Dugaan penyimpangan dalam uji klinis dilaporkan telah memicu penyelidikan oleh Komisi Etik Nasional di Brasil.
"Hasil ini terlalu bagus untuk menjadi kenyataan," kata Eric Topol, Wakil Presiden Eksekutif Scripps Research Translational Institute.
"Hampir tidak ada intervensi medis dalam sejarah kedokteran yang memiliki manfaat sebesar ini, tidak terkecuali dengan Covid-19." lanjutnya.
Baca juga: Penelitian Tunjukkan Vaksin Covid-19 Kurang Efektif pada Sebagian Pasien Kanker, Imunitas Pemicunya
Baca juga: Mengenal Obat AT-527, Kandidat Antivirus Oral untuk Penanganan Covid-19
Tetapi, ide dari penelitian ini dianggap masuk akal oleh sejumlah ilmuwan lainnya.
Proxalutamide sebenarnya tidak disetujui di negara mana pun dan untuk kondisi apa pun, tetapi pabrikannya, Kintor Pharmaceuticals di China, merekrut pasien untuk mengujinya di beberapa pusat di Amerika Serikat.
Untuk studi Covid-19, Kintor bekerja sama dengan Applied Biology, sebuah perusahaan perawatan rambut rontok yang berbasis di California.
Pada bulan Februari, Cadegiani yang merupakan direktur klinis Applied Biology melaporkan temuan awal yang menggembirakan yakni Proxalutamide dapat membantu pasien yang tidak dirawat di rumah sakit dengan gejala ringan hingga sedang dapat bersih dari virus lebih cepat daripada mereka yang diberi plasebo.
Sebagai informasi, karena proxalutamide belum disetujui atau dijual di Brasil, beberapa dokter mulai mengobati Covid-19 dengan obat antiandrogen dan kanker prostat lainnya, seperti dutasteride dan bicalutamide.
"Kami tidak dapat menempatkan kesehatan penduduk Brasil dalam risiko dengan pedoman tanpa bukti ilmiah," kata Clóvis Arns da Cunha, yang mengepalai Masyarakat Brasil untuk Penyakit Menular.
(Tribunnews.com/Latifah)(Kompas.com)
Artikel lainnya terkait Penanganan Covid-19