Semua negara, kata dia, harus mempelajari data vaksin berdasarkan usia dan wilayah untuk menilai kelompok mana yang harus menjadi prioritas.
"Misalkan memvaksinasi semua yang berusia di atas 18 tahun untuk mengurangi risiko penularan," kata Dr Swaminathan.
Data besar dari Amerika Serikat (AS) telah menunjukkan bahwa vaksin terus memiliki perlindungan yang kuat terhadap risiko kematian.
"Ada ketidakadilan dalam cakupan vaksin secara global. Fasilitas Covax WHO memiliki pesanan pembelian di muka dengan jumlah yang besar untuk Covishield, sehingga pasokan Covishield untuk fasilitas Covax WHO akan meningkat sekarang. Fasilitas Covax-nya juga memiliki kontrak untuk Covovax." jelas Dr Swaminathan.
Komite SAGE WHO pun akan melakukan pertemuan pada 16 Desember mendatang untuk menilai Otorisasi Penggunaan Darurat (EUA) vaksin Covovax.
Sebanyak 25 negara, kata dia, sedang berjuang dengan cakupan vaksin yang rendah.
"Badan Obat Eropa (EMA) dan Badan Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) juga melakukan penilaian pada vaksin Novavax bulan ini. (Kami) telah meminta produsen vaksin untuk memberikan visibilitas pada pasokan vaksin. Pabrikan di masa lalu memprioritaskan pesanan lain daripada Covax dan karenanya mereka membutuhkan visibilitas sebelumnya pada pasokan," tegas Dr Swaminathan.
Ia menekankan bahwa pihaknya ingin lebih banyak berbagi data dalam situasi pandemi ini.
"Dan kami perlu mendukung negara-negara yang mengungkapkan varian dan data. Kami membutuhkan kesepakatan terkoordinasi antar negara untuk tidak menimbulkan reaksi spontan dalam menangani pandemi ini," pungkas Dr Swaminathan.