Polisi yang mendatangi tempat kejadian lalu melakukan penyelidikan.
Hasilnya, Perempuan berinisial DS (41) warga Kuningan, Semarang Utara, mengakui memang menjadi joki.
Ia disewa oleh seorang perempuan berinisial CL (37), warga Griya Beringin Asri, Wonosari, Ngaliyan.
"Petugas lalu mengamankan CL dan DS. Perkembangan selanjutnya, kami juga ikut mengamankan IO(47) sebagai perantara," papar Irwan.
Kepada Polisi, Diah menyatakan dirinya mendapat tawaran jadi Joki dari rekannya yang bernama IO, warga Griya Bringin Asri, Ngaliyan.
Polisi pun kemudian bergerak mengamankan CL selaku pemilik KTP yang dibawa Diah.
Aparat kemudian mendapati bahwa ide joki itu muncul dari CL yang kemudian meminta tolong kepada IO untuk mencarikan orang menjadi joki dengan imbalan Rp 500 ribu.
Oleh IO, tawaran ini diberikan kepada DS yang kemudian menyanggupinya.
"DS ini adalah jokinya. IO adalah perantara dan CL adalah otak pelakunya yang juga pemilik KTP. Ketiganya punya peran sendiri", kata Irwan.
Saat diperiksa Polisi, CL mengaku terpaksa mencari joki karena beberapa hal, di antaranya adalah dia merasa imun karena merupakan penyintas Covid-19. Sedangkan ketakutannya vaksin adalah karena dia punya komorbid.
"Saya sudah pernah kena Covid dan punya komorbid sehingga saya yakin imun saya bagus dan kebal. Sayangnya, saya harus ke luar kota mendadak dan harus punya registrasi Peduli Lindungi, mau tidak mau saya harus punya keterangan sudah vaksin. Ya sudah saya cari joki", ujar CL.
Sedangkan DS mengaku terpaksa menerima tawaran jadi joki vaksin karena alasan ekonomi yakni tergiur imbalan 500 ribu rupiah.
"Baru sekali ini pak. Saya terima karena ada iming-iming 500 ribu, bisa menyambung hidup bersama anak saya", kata Diah.
Pihak Polrestabes Semarang yang berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan akhirnya sepakat tidak melanjutkan kasus percobaan joki vaksin karena pertimbangan kemanusiaan dan vaksin tidak jadi atau batal disuntikkan.
Ketiga emak-emak itu pun akhirnya diminta pulang ke rumah masing-masing dengan sebelumnya meminta maaf kepada pihak-pihak terkait.
Sebelumnya, para pelaku hendak dijerat dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang penanggulangan wabah penyakit menular.