TRIBUNNEWS.COM - Pertengahan Februari sampai awal Maret 2022 diperkirakan menjadi puncak gelombang kenaikan kasus Omicron di Indonesia.
Hal tersebut merupakan dampak dari kenaikan kasus Omicron yang terjadi di seluruh dunia.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin merinci, mayoritas kenaikan kasus Omicron di dunia terjadi dalam kurun waktu yang sangat cepat dan singkat, berkisar antara 35 hingga 65 hari.
“Di Indonesia, kita mengidentifikasi kasus pertama pada pertengahan Desember, tapi kasus mulai naiknya di awal Januari. Kita hitung antara 35-65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi. Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat,” kata Menkes, Minggu (16/1/2022), dikutip dari kemkes.go.id.
Baca juga: Angka Kesembuhan Omicron Tinggi, Menkes: Setengah dari 572 Pasien telah Sembuh dan Pulang
Lonjakan kasus diperkirakan terjadi pertama di Jabodetabek
Diperkirakan wilayah Jabodetabek menjadi daerah pertama yang akan mengalami lonjakan kasus.
Berdasarkan hasil identifikasi Kemenkes, mayoritas transmisi lokal varian Omicron terjadi di DKI Jakarta, dan diperkirakan akan meluas ke wilayah Bodetabek dalam waktu dekat.
Selain itu, secara geografis daerah-daerah tersebut berdekatan dan mobilitas masyarakatnya sangat tinggi.
Diketahui, lebih dari 90 persen transmisi lokal terjadi di DKI Jakarta.
Menkes kemudian mendorong agar daerah meningkatkan kegiatan surveilans sehingga penemuan kasus bisa dilakukan dengan segera lalu dilakukan isolasi sehingga tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat.
Tetap taati prokes dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi
Protokol kesehatan 5M seperti menggunakan masker, mengurangi mobilitas, menghindari kerumunan, mencuci tangan pakai sabun, dan menjaga jarak juga sangat penting.
Selain itu juga selalu aktif menggunakan aplikasi Pedulilindungi sebagai bagian penting pengendalian Covid-19.
Cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut
Cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut untuk meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari ancaman penularan varian Omicron.
“Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,” ujar Menkes.
Kemenkes mendatangkan tablet Molnupiravir dan Paxlovid di tahun 2022
Pada 2021 lalu, terjadi puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian Delta.
Hal ini membuat Kementerian Kesehatan lebih fokus dalam menyediakan obat.
Di awal tahun 2022, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien Covid-19 gejala ringan.
Pada April atau Mei 2022, obat ini telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi dalam negeri oleh PT Amarox.
Selain Molnupiravir, Kemenkes juga akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari 2022.
Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata hingga ke apotik-apotik.
“Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotik-apotik sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” kata Menkes.
Menkes juga menuturkan, meski menular dengan sangat cepat, tetapi gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan.
Hal ini menunjukkan tingkat perawatan untuk pasien dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS, persentasenya jauh lebih rendah dibandingkan varian Delta.
“Di negara-negara yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron, hospitalisasinya antara 30 persen hingga 40 persen dari hospitalisasi Delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” ungkap Menkes.
Dari total sekitar kurang lebih 500 kasus konfirmasi Omicron, sebagian besar gejalanya ringan bahkan tanpa gejala, hanya 3 pasien yang membutuhkan oksigen tambahan.
Proses recovery juga lebih cepat, tercatat sekitar 300 pasien telah dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan pulang.
(Tribunnews.com/Katarina Retri)
Berita lainnya terkait Virus Corona