Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Amin Soebandrio menerangkan, varian Omicron mulai tersebar pada November 2021 tidak memiliki relasi dengan varian Delta yang muncul pada gelombang kedua.
Namun varian tersebut memiliki jumlah mutasi yang lebih banyak dibandingkan dengan virus-virus sebelumnya sehingga Omicron dapat beradaptasi dengan lingkungan yang menyebabkan penularan terjadi lebih cepat.
Kendati demikian, tidak seluruh mutasi dapat menguntungkan virus. Pada kasus Omicron, justru dengan adanya mutasi tersebut, varian ini tidak menimbulkan morbiditas atau gejala klinis yang berat.
“Pada dasarnya, risiko infeksi memiliki rumus, yaitu keganasan virus dikalikan dengan dosis virus, kemudian dibagi dengan kekebalan. Kekebalan tersebut terbentuk dari vaksinasi maupun infeksi alami ketika seseorang terpapar virus," tutur Prof Amin dalam webinar Katadata dan DSB, Kamis (24/2/2022).
Berdasarkan atas studi yang dilakukan oleh FKM UI, Kementerian Kesehatan, dan LBM Eijkman, lebih dari 70 persen populasi masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi, walaupun belum pernah dinyatakan positif Covid-19 maupun tervaksinasi dan 90 persen dari populasi yang telah terkena Covid-19 dan tervaksinasi telah memiliki antibodi tersebut.
Baca juga: Anak Kerap Menunda PR di Kala Pandemi, Atasi dengan Fitur Canggih Satu Ini
"Hal ini menunjukkan bahwa kekebalan terhadap virus telah terbentuk dalam masyarakat Indonesia,” tambah Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D.
Mantan Kepala Lembaga Eijkman Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D, memaparkan, berkaca dari negara-negara lain, prediksi puncak kasus Covid-19, khususnya varian Omicron, muncul dalam dua sampai tiga bulan sejak kasus pertama terdeteksi.
Sehingga, diharapkan pola yang sama juga terjadi di Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memantau pergerakan masyarakat, terutama menjelang bulan Ramadhan dan lebaran untuk mengurangi kerumunan.
"Apabila hal tersebut berhasil dijalankan bersama upaya-upaya lainnya, maka diperkirakan bahwa Indonesia akan mencapai puncak kasus Covid-19 pada Maret 2022," kata dia.
Baca juga: Lansia Bisa Vaksin Booster Setelah 3 Bulan Vaksinasi Dosis Kedua, Perlukah Vaksin Covid-19 Keempat?
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof. Tjandra Yoga Aditama menambahkan, virus Covid-19 akan selalu ada dengan kemungkinan akan bermutasi ke varian-varian lain di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, perlu untuk tetap diwaspadai. Walaupun jumlah kematian akibat Omicron lebih rendah dari varian Delta dan gejala yang ditimbulkan tidak separah gelombang-gelombang sebelumnya, namun korban jiwa tetap ada.
Mengingat setiap nyawa masyarakat Indonesia berharga, maka diperlukan upaya maksimal dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang adaptif terhadap keadaan dengan mempertimbangkan saran-saran para ahli sehingga dapat mengatur laju penularan.