TRIBUNNEWS.COM - Vaksinasi berguna untuk memberikan kekebalan dari ancaman infeksi Covid-19.
Tidak hanya pada orang dewasa, anak-anak juga memerlukan vaksin Covid-19.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, ada beberapa kondisi yang mengharuskan anak menunda atau bahkan tidak divaksin.
Hal tersebut disampaikan melalui akun Instagram @kemenkes_ri.
Baca juga: Cegah Vaksin Kedaluwarsa Cakupan Vaksinasi Harus Digenjot
Orang tua boleh menunda vaksinasi hingga kondisi anak memungkinkan menerima vaksin atau setelah diizinkan oleh dokter.
Beberapa kondisi anak yang diperbolehkan untuk menunda vaksin, yakni:
1. Suhu tubuh anak lebih dari 37,5 derajat Celcius
Sebaiknya tunda hingga anak sembuh dan suhu tubuh normal
2. Tekanan darah anak lebih dari 140/90 mmHg, walau sudah diulang 5-10 menit
Vaksinasi dapat ditunda atau rujuk anak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
3. Anak baru sembuh dari infeksi Covid-19
Bila gejala ringan, tunda hingga 1 bulan.
Namun, apabila anak mengalami gejala berat, tunggu 3 bulan setelah sembuh.
4. Tunda kunjungan vaksinasi anak jika anak sedang dalam keadaan demam, flu, batuk nyeri menelan dan diare
Ketika dalam kondisi ini, anak disarankan untuk berobat ke Fasyankes.
5. Anak pernah mendapatkan perawatan di Rumah Sakit atau mengalami kedaruratan medis
Tunda sampai dinyatakan sembuh oleh dokter
6. Jika anak memiliki gangguan imunitas (autoimun, alergi berat, dan defisiensi imun) atau penyandang penyakit hemofilia/kelainan pembekuan darah
Tunda sampai diizinkan oleh dokter yang merawat dan disarankan melakukan vaksinasi di Rumah Sakit.
Baca juga: Pemerintah Imbau Masyarakat Vaksinasi Covid-19 untuk Minimalisir Fatalitas dan Risiko Kematian
Kriteria Pasien Covid-19 yang Memiliki Risiko Kematian Tertinggi
Kemenkes mencatat hingga 19 Februari 2022, dari 2.484 pasien yang meninggal akibat Covid-19, sebanyak 73 persen belum divaksinasi lengkap.
Di antara pasien meninggal tersebut 53 persen adalah lansia dan 46 persen memiliki komorbid.
"Dari data yang sudah dikaji hingga 19 Februari lalu, risiko kematian tertinggi masih terjadi pada pasien yang belum menerima vaksinasi lengkap, lansia, dan yang memiliki komorbid", ujar Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes.
Mengutip laman Kemenkes, komorbid terbanyak yang ditemukan di pasien meninggal adalah diabetes melitus.
Bahkan 21 persen pasien memiliki komorbid lebih dari satu.
Meski vaksinasi lengkap maupun bagi yang sudah mendapatkan booster, masyarakat tetap diimbau untuk memperketat protokol kesehatan selama periode Omicron ini.
Hal ini demi memperkecil peluang terpapar dan terinfeksi Covid-19 varian Omicron, sekaligus mengurangi risiko dirawat di rumah sakit akibat Covid-19.
Baca juga: Dorong Vaksinasi Covid-19 di Brebes, BKKBN Kerahkan 5.900 Personel Tim Pendamping Keluarga
Sementara itu, tren penurunan kasus konfirmasi Covid-19 di 10 provinsi terus terjadi hingga Rabu (23/2/2022).
Terdapat enam provinsi yang kasusnya turun setelah sempat melewati jumlah kasus harian pada gelombang Delta, seperti DKI Jakarta, Banten, Bali, Maluku, Papua dan NTB.
Sementara itu, empat provinsi masuk fase pelandaian kasus per Rabu (23/2/2022) yang sebelumnya menyamai bahkan melebihi kasus Delta.
Keempat provinsi dengan kasus harian melandai adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, serta Papua Barat.
Tren penurunan kasus harian ini juga diikuti dengan tren penurunan positivity rate dalam seminggu terakhir.
Hingga Rabu (23/2/2022), DKI Jakarta, Banten, Bali, NTB, Maluku, dan Papua menunjukkan tren penurunan postivity rate.
Sementara Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Papua Barat tercatat mengalami pelandaian positivity rate.
Hingga Kamis (24/2/2022) pukul 18.00 WIB, vaksinasi dosis 1 sudah diberikan ke 190.451.216 (91,45%) penduduk dan vaksinasi dosis 2 sudah diberikan ke 143.032.523 (68,68%) penduduk.
Sementara itu vaksinasi dosis 3 atau booster sudah diberikan ke 9.460.949 (4,54%) penduduk.
Data terbaru dari Kemenkes menunjukkan vaksinasi dosis lengkap mengurangi risiko kematian hingga 67%.
Sementara itu vaksinasi booster mengurangi risiko kematian hingga 91%.
(Tribunnews.com/Widya)