"Tambahan kuota jemaah haji terkesan hanya jadi kebanggaan, namun tidak sejalan dengan peningkatan pelayanan serta komitmen dalam upaya perpendek waktu daftar tunggu jemaah haji yang sudah mendaftar," imbuhnya.
Alasan kedua, kata Sellt, adanya indikasi kuota tambahan di tengah adanya penyalahgunaan oleh pemerintah.
Ketiga, lanjut Selly, layanan Armuzna masih belum ada perubahan karena kesepakatan yang tidak sempurna.
Misalnya over capacity, baik tenda maupun MCK, padahal biaya yang diserahkan bertambah menyesuaikan tambahan jemaah terkait pemondokan, katering, dan transportasi.
"Berbagai temuan dan pertimbangan hukum di atas merupakan alasan dan menjadi dasar pengusul sampaikan pentingnya dibentuk hak angket haji untuk mengungkap beberapa penyimpangan peraturan perundang-undangan dan berbagai kebijakan yang telah disepakati antara DPR dan pemerintah, sehingga penetapan kuota haji dan penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan sesuai prinsip dan atas asas keadilan, transparansi, dan akuntabilitas," ucapnya.
Baca juga: Jemaah Haji Diminta Lapor ke Puskesmas Setiba di Tanah Air, Kesehatannya Dipantau Selama 21 Hari
Setelah itu, Cak Imin sebagai pimpinan Rapat Paripurna menanyakan persetujuan pembentukan Pansus Haji 2024.
"Saya menanyakan apakah pembentukan dan susunan keanggotaan pansus hak angket pengawasan haji sebagajmana yang diusulkan apakah dapat disetujui?" tanya Cak Imin
"Setuju," jawab peserta Rapat Paripurna.