"Sekarang bayangkan, kalau umur 25 tahun daftar haji, mereka bisa berangkat di usia 65 tahun, padahal sudah jual tanah dan jual sawah. Sementara haji khusus malah kuotanya diperbanyak, betapa sakitnya masyarakat kita yang mendaftar haji reguler, seakan-akan orang yang punya uang banyak bisa berangkat haji lewat haji,"ujarnya.
Abdul Wachid merasakan keresahan masyarakat melihat evaluasi haji di tahun 2024.
Sehingga tim Panja memutuskan untuk membentuk pansus haji karena adanya temuan pelayanan haji yang kurang tepat.
"Setelah kita telusuri, soal haji ini tidak hanya urusan kementerian agama, tapi harus lintas kementerian, tapi tim pengawas (timwas) lintas komisi di DPR," ujarnya.
Abdul Wachid mengatakan haji di Indonesia jumlahnya terbesar di dunia.
Temuan-temuan yang harus dievaluasi seperti penerbangan yang delay, tempat istirahat yang tidak layak dan soal makanan untuk jamaah haji.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons positif ihwal keterlibatan dalam proses audit pengelolaan keuangan ibadah haji.
Permintaan keterlibatan KPK sebelumnya disampaikan oleh Anggota Pansus Angket Ibadah Haji 2024, Achmad Baidowi.
"KPK menyambut positif pansus yang dibuat, tentunya apabila nanti ada permintaan dari DPR untuk pendampingan KPK, kita akan lihat dalam kapasitas apa KPK bisa mendampingi kegiatan tersebut," kata Jubir KPK Tessa Mahardika Sugiarto di
Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Jikalau nanti dalam proses audit terendus indikasi tindak pidana korupsi, kata Tessa, KPK akan menerjunkan tim pencegahan atau penindakan.
"Mungkin apabila ditemukan ada indikasi korupsi di situ, baru nanti, baik itu
pencegahan maupun penindakan bisa turun. Tapi tentunya sejauh ini kita belum ada
tindakan apa pun. Tapi pada prinsipnya KPK menyambut positif," katanya.
Catatan Merah Garuda
Direktur Layanan Haji dalam Negeri Kementerian Agama Saiful Mujab menerangkan
maskapai Garuda Indonesia tidak cepat dalam mengurus izin slot time penerbangan
haji kepada otoritas penerbangan sipil Arab Saudi (GACA).
Hal ini berdampak langsung terhadap kepulangan jemaah haji Indonesia yang
seharusnya langsung terbang dari Bandara Jeddah namun harus transit dari
Bandada Amie Muhammad bin Abdul Azis (AMAA) di Madinah.
Saiful menerangkan perihal teknis pihak Kementerian Agama sejatinya sudah
berkerjasama dengan Kementerian Perhubungan di dalam penentuan seleksi slot
penerbangan.
“Kita juga mengajukan dari awal slot penerbangan agar betul-betul terkoordinasi
dengan baik karena yang menentukan itu dari otoritas penerbangan sipil Arab Saudi
(GACA),” katanya dalam evaluasi haji 2024 di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat, Senin
(15/7/2024).
Di dalam aturan GACA bahwa negara-negara yang mengirim jemaah di atas 30 ribu
ada mekanisme khusus yang harus dilakukan selama satu bulan.
Oleh karenanya, Kemenag dari sebelum bulan Desember 2023 sudah meminta
maskapai yakni Garuda Indonesia agar mengajukan slot.
“Di Januari 2024 Saudi Airlines sudah mengajukan sedangkan Garuda Indonesia
agak telat karena ada kendala pesawat yang disewa itu ada beberapa yang belum
positif,” urai Saiful.
Dia menyebut slot penerbangan sejatinya bukan ranah dari Kementerian Agama
tetapi kewajiban maskapai sesuai dengan kontrak di dalam penerbangan haji.
Dan sampai pada detik akhir ketika sudah mulai menyusun jadwal penerbangan
Garuda Indonesia masih ada slot yang belum mendapatkan izin.
Alhasil Garuda harus mendarat di Madinah padahal itu gelombang pertama.
Prinsipnya, Kementerian Agama sudah mendorong sejak dibukanya terkait
pengangkutan jemaah menggunakan maskapai.
Sebab slot penerbangan akan berhimpitan dengan negara-negara lain.
“Slot kita 553 penerbangan ternyata sampai akhir gelombang kedua pun Garuda
Indonesia menerbangkan kepulangan seharusnya dari Jeddah menjadi dari
Madinah,” ujarnya.
Masih ada beberapa catatan tapi pada prinsipnya slot penerbangan menjadi
kewenangan maskapai penerbangan bukan Kementerian Agama.
Seperti diketahui, penyelenggaraan ibadah haji tahun ini diwarnai pengalihan slot
time penerbangan untuk 46 kelompok terbang (kloter) jemaah Indonesia pada
gelombang 1 pemulangan.
Sebanyak lebih kurang 18.000 jemaah yang berangkat pada gelombang pertama
(mendarat di Madinah), semestinya pulang melalui Jeddah.
Namun, karena maskapai gagal mendapatkan slot time di Bandara Jeddah, jemaah
harus pulang melalui Madinah.
Dampak dari pengalihan penerbangan ini membuat waktu jemaah menjadi lebih
lama dan berpotensi kelelahan. (Tribun Network/Fahdi Fahlevi/Reynas Abdila)