"Jepang enggak buat apa-apa, hanya mengembangkan pabrik bir itu," katanya.
Chuei lalu kembali bercerita mengenai Jerman. Ia menuturkan adanya kelemahan warga Jerman ketika menduduki Qingdao. Mereka tidak memikirkan pembangunan jalan.
"Mereka tidak menyangka 100 tahun kemudian orang Qingdao punya mobil. Jalannya sempit-sempit," kata Chuei.
Tak disangka obrolan Chuei telah membawa kami ke Gereja Katedral di Qingdao yang juga peninggalan warga Jerman. Gereja tersebut dibangun tahun 1932-1934.
Tempat ibadah umat Katolik itu berada di jalan Zhejiang. Saat Tribunnews.com, berkunjung ke sana sekitar pukul 15.00 waktu setempat udara dingin menerpa seluruh tubuh. Maklum cuaca di Qinqdao saat ini 8 derajat celcius.
Banyak warga China juga mengabadikan bangunan tersebut. Namun, Tribunnews.com tidak dapat memasuki bangunan dalam karena waktu yang tidak memungkinkan. Gereja tersebut belum dilakukan renovasi sejak awal dibangun. Dari luar tampak dua menara gereja berdiri dengan kokoh.
Menurut informasi pemerintah setempat hanya melakukan pengecatan ulang. "Bangunan itu hanya dicat, karena sangat kokoh," imbuhnya.
Gereja Katedral itu dapat menampung 1.000 umat Katolik. Pembangunan gereja diawasi oleh orang Jerman langsung. Gereja bergaya gothic itu merupakan bangunan terbesar di Qingdao. Gereja Katolik itulah yang menjadi akhir perjalanan jejak Jerman di Qingdao.
Chuei mengatakan tempat tersebut sangat bagus untuk diabadikan. "Foto-foto di sana bagus," ujar Chuei mengajak wartawan untuk mengabadikan Gereja Katedral Katolik