TRIBUNNEWS.COM - Bagi pebisnis real estate Donald Trump, butuh perjalanan panjang dan terjal untuk merebut posisi tertinggi di Gedung Putih.
Perjuangannya pun tak sia-sia, sebab titel "presiden terpilih AS" sudah di tangannya.
Trump menjadi satu dari sejumlah tokoh yang namanya cukup populer di tahun ini.
Bagaimana tidak, nama pebisnis itu sudah jadi langganan bahan pemberitaan sejak dirinya mengatakan akan mencalonkan diri sebagai presiden.
Belum lagi karena komentar dan perbuatan kontroversialnya semasa berkampanye.
Hal kontroversial itu kemudian memicu pandangan kontra dan negatif terhadap Trump, yang kampanyenya dianggap menyebarkan kebencian melalui kebijakan-kebijakannya yang dinilai mengintimidasi komunitas-komunitas tertentu di AS.
Belum lagi sejumlah skandal yang menyandung Trump semasa kampanye, yang makin membuat pria yang khas dengan rambut pirangnya itu terlihat kehilangan dukungan.
Namun, tetap saja Trump yang berakhir menjuarai ajang pemilihan presiden AS pada November lalu.
Ditolak
Kontroversi Donald Trump di ajang kampanye pemilihan presiden AS berawal dari kebijakannya untuk melarang muslim memasuki wilayah AS.
Menurut Trump, ide larangan itu datang setelah ia menganggap bahwa Islam berakar pada kebencian dan kekerasan.
Komentarnya itu lalu tak hanya memicu penolakan dari publik, namun juga ancaman terhadap warga AS.
Trump bahkan sempat merilis iklan kampanye terkait kebijakannya untuk melarang muslim masuk wilayah AS, yang ditayangkan perdana pada Januari.
Tak sampai di situ, Trump juga sempat menyuruh agar seorang muslimah berhijab yang ikut menghadiri acara kampanyenya dikeluarkan dari venue acara.
Sejumlah skandal juga sempat semakin menjatuhkan Trump di mata publik. Mulai dari skandal komentar cabul yang terekam dalam sebuah video, sampai skandal pelecehan seksual yang dihebohkan oleh pengakuan sejumlah perempuan yang menyebut diri mereka sebagai korban pelecehan Trump.