Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tarian ini sudah ada sejak 400 tahun lalu untuk memperingati para arwah yang sudah meninggal dunia.
Namun kini dilakukan dengan kegembiraan dan keceriaan.
"Tarian ini banyak perubahan sejak pertama kali muncul 400 tahun lalu hingga kini," papar seorang pemimpin kelompok tarian Awa, khusus kepada Tribunnews.com kemarin (19/3/2017) di perfektur Tokushima.
Sampai dengan 100 tahun lalu masih sangat kuno tarian dilakukan agak pelan dan agak serius karena untuk memperingati para arwah.
Namun kemudian setelah daerah Awa perfektur Tokushima dikuasai Klan Hachisuka, tarian ini banyak perubahan.
Bahkan semakin bangkit dan populer mulai tahun 1946 setelah perang dunia kedua.
Tarian tradisional rakyat Tokushima ini lebih populer lagi setelah muncul di Expo Dunia Osaka pertama kali tahun 1970.
Gaya tarian modernnya dengan tangan menari melambaikan khususnya wanita di atas kepala dengan tangan menjulur ke atas tinggi melambai-lambai.
Suasana tampak lebih gembira dan juga tempo musik juga menjadi lebih cepat ehingga meningkatkan kegembiraan sekitarnya, termasuk para penari yang selalu tersenyum, meskipun yang wanita mukanya tertutup topinya.
Tarian Awa ini selalu diiringi dengan lima jenis alat musik utama yaitu Shamisen seperti gitar (Jepang), lalu Suling, serta Gong Tangan.
Selain itu juga ada Drum Taiko, yaitu drum yang mendatar digantung di depan perut pemainnya.
Ditambah lagi Drum Taiko vertikal yang besar berada di depan pemain musiknya.
Di tengah kelompok tarian Awa ada semacam pemimpin kelompoknya yang kemudian berteriak Yatossa.
Kemudian oleh semua penari dan juga para penontonnya boleh saja ikut menjawab dengan kata-kata "Yatto Yatto". Yang artinya dari pemimpin seperti mengajak "Yuk Nari!" lalu kita jawab, "Nari yuk Nari yuk!".
Lagu yang dimainkan adalah lagu populer dari zaman Edo yang berjudul "Yoshikono". Liriknya berupa ajakan kepada penonton untuk turut menari.
Penari laki-laki ada yang membawa lampion kecil atau ada yang membawa kipas bundar (uchiwa) atau sapu tangan panjang (tenugui).
Dilakukan setiap tahun tanggal 12-15 Agustus, tari Awa dilangsungkan di tengah kota Tokushima.
Penari Awa menari dalam kelompok-kelompok yang disebut Ren sambil berpawai di jalan-jalan.
Satu kelompok penari bisa terdiri dari lusinan penari. Tari Awa adalah sejenis Bon Odori.
Penari wanita menari dengan posisi tubuh tegak dan tangan yang digerak-gerakkan di atas kepala.
Pria menari dengan pinggul direndahkan, serta gerakan tangan dan kaki yang dinamis.
Selain dipertunjukkan di Prefektur Tokushima, kelompok tari Awa asal Tokushima sering berkeliling di kota-kota besar di Jepang (khususnya di wilayah Kanto).
Di distrik Suginami-ku, Tokyo, tari Awa diselenggarakan kuil Koenji bersama pusat perbelanjaan di dekatnya.
Festival tari Awa merupakan salah satu dari 3 matsuri terbesar di Shikoku.
Tarian Awa sering dikatakan berasal dari gerakan tari disertai pengucapan doa agama Buddha.
Di Prefektur Tokushima terdapat lebih dari 1.000 kelompok tari Awa (ren), dan sekitar 350 kelompok di antaranya dimiliki perusahaan atau pengusaha.
Kelompok tari yang sudah mapan biasanya menjadi anggota Asosiasi Promosi Tari Awa (Awa Odori Shinko Kyokai) atau Asosiasi Tari Awa Prefektur Tokushima (Tokushima-ken Awa Odori Kyokai).
Selain itu, di Tokushima terdapat banyak kelompok kecil yang beranggotakan orang yang memang berminat menari, klub ekstrakurikuler mahasiswa, atau grup tari yang disponsori perusahaan atau pusat perbelanjaan.
Pada tahun 2006, festival tari Awa di kota Tokushima diikuti oleh 960 kelompok tari.
Ditambah dengan penonton yang ikut menari, orang yang menari di jalan-jalan kota Tokushima diperkirakan berjumlah di atas 100 ribu orang.
Penari wanita
Penari wanita mengenakan yukata dan topi anyaman (amigasa) yang hampir menutupi wajah bagian atas.
Alas kaki yang digunakan adalah sandal dari kayu yang disebut geta.
Pada gerakan tari untuk wanita, kaki dan tangan digerakkan secara anggun.
Berlainan dengan yukata yang dikenakan sehari-hari, penari Awa mengenakan yukata berikut pakaian dalam (juban), rok dalam (susoyoke), dan penutup lengan yang disebut tekko.
Penari pria
Tari yang dibawakan penari pria yang mengenakan setelan happi (hanten) dengan celana pendek disebut Hanten Odori (tari hanten).
Pria bisa juga mengenakan yukata dengan kain yukata di bagian kaki diangkat ke bagian pinggang, sehingga celana pendek yang dikenakan terlihat.
Bila mengenakan yukata, maka tarian tersebut disebut Yukata Odori (tari Yukata).
Anak perempuan sering memakai kostum penari laki-laki, dan menarikan gerakan tari Awa untuk pria.
Sebaliknya, pria tidak menarikan gerakan tari Awa untuk wanita.
Pada gerakan tari untuk pria, tangan dan kaki bergerak dengan bebas dan dinamis.
Bahkan bisa berloncat-loncat pula seperti yang disaksikan Tribunnews.com kemarin (19/3/2017).