Menurut Hlaing, aksi tersebut merupakan langkah penting dalam membasmi "militan" Rohingya sampai ke akarnya.
Baca: Soal Rencana Aksi di Borobudur, PP Pemuda Muhammadiyah Ingatkan Jangan Sampai Buat Islam Tersudut
Selain itu, Hlaing mengatakan bahwa konfrontasi terhadap Rohingya itu merupakan "urusan yang belum tuntas" sejak Perang Dunia II.
Hlaing mengklaim bahwa pasukannya hanya melakukan tugas kenegaraan untuk menjaga perbatasan Myanmar dan mencegah pemberontak Rohingya merebut wilayah Rakhine.
Organisasi HAM Myanmar yang berbasis di Inggris, Burma Campaign UK, 31 Agustus lalu, mendesak komunitas internasional untuk memfokuskan kritik pada Hlaing atas krisis Rohingya di Rakhine.
"Hanya ada satu orang di Myanmar yang bisa memerintah pasukan militernya untuk menghentikan pembunuhan Rohingya dan pembakaran desa mereka," tutur Direktur Burma Campaign UK Mark Farmaner.
"Orang itu adalah Min Aung Hlaing," lanjutnya.
Kepemimpinannya di Angkatan Bersenjata Myanmar tengah dalam investigasi PBB untuk mencari adanya kemungkinan kejahatan perang dan pelanggaran HAM.
Hlaing selama ini dianggap menghalangi reformasi konstutisional Myanmar untuk menjadi lebih berdemokrasi dan menghambat proses damai.
"Meski demikian, (Hlaing) kerap luput dari perhatian dan kritik. Alih-alih dijadikan sampah masyarakat, ia malah diperlakukan istimewa," kata Farmaner.
Farmaner kemudian menggarisbawahi beberapa perlakuan istimewa yang diterima Hlaing dari komunitas internasional, dari kerja sama militer, hingga undangan diplomatik.
Sedangkan, konflik yang melibatkan pasukan Hlaing itu telah menewaskan 400 orang dan membuat ratusan ribu warga Rohingya melarikan diri dari tempat tinggalnya. (Dhaka Tribune/Burma Campaign UK)