Namun, di satu titik, Stefonknee mendapat suatu titik balik.
Ia mengikrarkan diri bahwa dirinya adalah seorang transgender.
Setelah menghadiri beberapa lokakarya transgender di Toronto, ia tahu bahwa ia tidak bisa bersembunyi lagi.
Pada suatu malam, ia mengumpulkan istri dan ketujuh anaknya di meja dapur.
Ia mengatakan kepada mereka bahwa ia merasa sebagai seorang wanita yang terperangkap di tubuh laki-laki.
Anak-anaknya pun tercengan dan terpukul mendengar penyataan tersebut.
Ia mendapat intimidasi dari anak-anaknya.
Setelah mendapat penolakan dari anak-anaknya, Stefonknee pun pindah ke Toronto.
Ia melakukan terapi perubahan hormon, sesuatu yang ia impikan selama ini.
Namun, sayangnya hasilnya tidak sesempurna yang ia bayangkan.
Menghadapi masa sulit karena dipecat dari perusahaan, ia sempat frustasi dan ingin bunuh diri.
Ia pun tinggal di tempat penampungan tunawisma selama berbulan-bulan.
Namun, hidupnya berubah sejak ia bertemu dengan temannya yang berniat "mengadopsinya".
Ia diperbolehkan memakai gaun anak-anak dan memainkan permainan anak-anak.
Di situ ia merasa bahwa ia memiliki seorang ayah dan ibu.
Ia pun mulai merasakan bahagia dan melupakan masa lalunya yang kelam.
Meskipun berusia 53 tahun, ia hidup layaknya gadis berusia 6 tahun yang tak henti bermain.
Nasib keluarga yang ia tinggalkan sampai berita ini diturunkan masih belum diketahui. (TribunWow.com/Galih Pangestu J)