"Aku sadar banyak anak laki-laki di sini suka mengejar gadis kecil," tambahnya.
Praktik menyeterika payudara gadis muda ini diketahui sudah terjadi di Kamerun selama beberapa generasi.
Asal usul praktik ini tidak jelas, tetapi sekira seperempat wanita di Kamerun telah mengalami penyetrikaan payudara.
Berdasar data penelitian oleh Gender Empowerment and Development (GeED), merupakan organisasi non-pemerintah,yang berbasis di Yaounde, Kamerun, menemukan bahwa hampir 60 persen kasus, prosedur itu dilakukan oleh sang ibu.
PBB menyebut penyetrikaan payudara merupakan kekerasan berbasis gender yang termasuk dalam satu di antara kejahatan yang paling sedikit dilaporkan.
Diperkirakan tindakan tersebut mempengaruhi 3,8 juta wanita secara global.
Baca: Akui Punya Hasrat Seksual Pada Anak, Oknum Marbot Masjid Cabuli 3 Bocah, Modus: Udah Sunat Belum?
Tidak Ada Gadis yang Aman
Tak berbeda dengan kondisi pengungsi lain di Cross River State, gadis M, dan Ibu A mengungsi dari kota barat daya Kamerun ke Nigeria.
Diberitakan, wilayah tersebut telah dikuasai oleh mayoritas yang menggunakan bahasa Perancis.
Sebelumnya, di wilayah tersebut, pertempuran pecah antara pasukan pemerintah dan separatis yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu.
Konflik yang terjadi itu telah memaksa sekira 500 ribu orang meninggalkan rumah mereka dan menciptakan krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Berdasar data terbaru dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Nigeria saat ini telah menampung lebih dari 50 ribu pengungsi dari Kamerun.
Data itu menunjukkan 70 persen di antara pengungsi tersebut, hampir setengahnya adalah pengungsi yang tinggal satu di antara empat pemukiman pengungsi.
Sisanya tinggal di komunitas milik tuan rumah.