Ia mengatakan, "Praktik ini berakhir dengan melukai anak-anak dan menempatkan mereka pada risiko komplikasi parah," katanya.
"Keluarga sebaiknya menyalurkan upaya mereka untuk mendidik anak perempuan mereka tentang masalah seks," tambahnya.
Ketakutan Tidak Berdasar
Masih dikutip dari Al Jazeera, ketakutan keluarga pengungsi terhadap anak perempuan mereka disebut tidak berdasar.
Pengungsi perempuan dan orang-orang terlantar di Nigeria berisiko tinggi mengalami pelecehan seksual dan eksploitasi seksual.
PBB menyebut pihaknya sadar akan tingginya tingkat kebutuhan seks untuk bertahan hidup di wilayah tersebut.
Juru Bicara UNHCR William Spindler buka suara.
Ia mengatakan UNHCR prihatin bahwa lebih banyak insiden yang tidak dilaporkan atau hanya dirujuk sampai pada sesepuh masyarakat.
Untuk diketahui, di negara asal mereka, para gadis Kamerun berisiko hamil dan menikah dini.
Menurut UNICEF, dalam periode antara 2008 dan 2014, sejumlah 13 persen gadis-gadis Kamerun menikah pada saat mereka berusia 13 tahun.
Menurut Dewan Medis Kamerun, 25 persen kehamilan terjadi pada gadis yang masih berusia sekolah, dan 20 persen gadis hamil tidak kembali bersekolah.
Ketakutan menghantui banyak keluarga pengungsi dari Kamerun dan menambah level bahaya bagi putri mereka.
Terkait hal itu, menyetrika payudara merupakan satu harapan bagi sebagian orang lainnya.
Para aktivis telah memperingatkan tentang konsekuensi kesehatan fisik dan psikologis para korban.
"Gadis-gadis menjalani prosedur berisiko, masalah seperti kanker payudara, kista, dan ketidakmampuan untuk menyusui," kata Salome Gambo.
"Belum lagi luka fisik dan psikologis yang terkait dengan kebiasaan itu," tambahnya.
"Sudah saatnya keluarga mengakhiri pelecehan semacam itu," tegasnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)