Diberitakan, Ibu A dan sang putri tiba di Ogaja pada Februari 2018 lalu.
Mereka bergabung dengan pengungsi lain yang berlindung di Adagom dan Okende.
Di Adagom dan Okende inilah terjadi banyak laporan pelecehan seksual oleh anggota masyarakat yang merupakan tuan rumah, atau pun dari pengungsi lain.
"Akhir-akhir ini, Anda tidak bisa keluar rumah tanpa bertemu dengan seorang pria yang menuntut seks, atau sekedar mengundang ke rumahnya.," tutur gadis berinisial Q kepada Al Jazeera.
Gadis Q berusia 17 tahun itu melarikan diri bersama orang tuanya dari kota Mamfe, perbatasan barat daya Kamerun untuk tinggal di Adegom.
"Tidak ada gadis yang aman di sini, tuturnya.
Diketahui, lebih dari 12 gadis Kamerun yang tinggal dipemukiman Adagom dan Okende, scara teratur dilecehkan secara seksual oleh laki-laki.
"Saya butuh uang untuk membeli pembalut wanita, saya pergi untuk meminta bantuan seorang pria, begitu saya menghampiri lakit-laki itu mulai menyentuh saya," kata gadis berinisial L (16).
"Aku lari ketika dia mencoba menyeret tubuhku ke arahnya," tambah gadis berinisial L.
Khawatir tentang keselamatan putri mereka yang masih berusia 13 tahun, pasangan berinisial H dan sang suami membuat keputusan untuk menyetrika payudara sang anak.
Keputusan itu diambil setelah anaknya melaporkan bahwa pria yang rumahnya ia bersihkan telah menyentuh bagian tubuhnya.
"Pelecehan yang dihadapinya membuat kami memutuskan (untuk menyetrika payudaranya) lebih mudah," kata ibu H.
"Yang kami lakukan adalah untuk kebaikannya sendiri," tambahnya.
Terkait prosedur dan praktik menyetrika payudara itu, seorang senior Spesialis Perlindungan di Caprecon Development and Peace Initiative, yang bekerja pada perlindungan anak di kamp-kamp pengunsian timur laut Nigeria buka suara.