News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Viral

Kisah Lengkap di Balik Viral Siswi SD Mengepel setelah Muntah di Sekolah hingga Tanggapan Psikolog

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Ayu Miftakhul Husna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kisah lengkap di balik viralnya seorang siswi SD di Thailand yang diminta mengepel bekas muntahannya sendiri di sekolah. Begini tanggapan psikolog.

Seusai makan, Warna mengatakan, murid-muridnya akan langsung membereskan dan mengumpulkan peralatan makannya ke dalam satu ember.

"Di saat makan siang pun, mereka membersihkan piring mereka sendiri lalu dikumpulkan jadi satu untuk diberikan pada karyawan yang biasa mencuci piring," terang Warna.

"Biasanya yang menyerahkan ke petugas cuci piring juga perwakilan," sambungnya.

Lebih lanjut, Warna mengungkapkan dirinya juga terkesan dengan kesopanan murid-muridnya.

"Mereka ini sangat sopan sama yang lebih tua, nggak cuma ke guru tapi juga ke semuanya," ungkap Warna.

"Saya saja kaget pertama kali lihat, ternyata sopan banget gini," lanjutnya.

Tanggapan Psikolog

Psikolog di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S.Psi., M.Psi., membenarkan tindakan seorang guru yang memberi konsekuensi muridnya untuk mengepel muntahannya sendiri dapat mendisiplinkan dan melatih kemandirian siswa.

Menurutnya, hal itu juga dapat mengedukasi murid supaya tidak muntah sembarangan.

"Betul, bisa untuk mendisiplinkan dan melatih kemandirian," tutur Adib saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Jumat (14/2/2020) sore.

Baca: Guru di Bekasi yang Pukul 2 Siswanya Telah Dinonaktifkan, Psikolog: Disiplinkan dengan Ketenangan

"Artinya kan di sekolah pasti ada prosedur di mana kalau sakit sebaiknya di rumah, nggak usah dipaksakan masuk dan kalau namanya muntah harus di kantong plastik atau di kamar mandi," sambungnya.

Terlebih, Adib menambahkan, bagi anak-anak yang biasa dimanja oleh orang tuanya di rumah, konsekuensi ini dapat melatihnya untuk lebih mandiri.

"Kalau di rumah yang bersihin mungkin orang tuanya, karena terlalu dimanja, ya barangkali konsekuensi suruh bersihin sendiri tidak apa-apa," terang psikolog di praktekpsikolog.com itu.

Namun, Adib memberi catatan, konsekuensi seperti ini harus mempertimbangkan kondisi siswa.

Baca: Psikolog Sebut Perilaku Konsumtif Jadi Penyebab Beli Produk Kosmetik yang Tak Terjamin Keamanannya

Apabila siswa tampak tidak memungkinkan untuk melakukannya, Adib tak menganjurkan guru untuk memaksakan.

"Nggak masalah sih kasih konsekuensi tapi harus dipertimbangkan kondisinya, apakah dia sakitnya itu parah atau nggak," kata dia.

"Kalau sakitnya parah, pucat, atau apa, justru teman-temannya yang disuruh ngepel supaya teman-temannya itu peduli, mau menolong," sambungnya. 

Menurut Adib, di samping melatih kemandirian ataupun rasa tanggung jawab, melatih murid untuk bersikap peduli pada temannya tak kalah penting.

Pasalnya, jika murid-murid dilatih untuk berempati, mereka tidak tentu akan membantu temannya yang tampak kesusahan.

Dengan demikian, siswa yang sedang menerima konsekuensi pun tidak akan merasa ter-bully.

"Yang jelas itu nggak bermasalah sih untuk melatih anak bertanggung jawab, yang penting anak yang lain juga dilatih untuk peduli," terangnya.

Sementara itu, Adib mengatakan, tidak ada aturan baku dalam memberi konsekuensi pada seorang murid.

Semua tergantung pada kebijakan sekolah beserta guru-gurunya.

Selain itu, budaya dalam masyarakat juga akan mempengaruhi bentuk konsekuensi yang diberikan.

Oleh karena itu, menurutnya, bentuk konsekuensi yang diberikan dari setiap daerah atau negara akan berbeda-beda.

"Kebetulan itu kan di Thailand, kalau budayanya memang seperti itu ya tidak masalah, tapi kalau di Indonesia harus dipertimbangkan juga," kata Adib.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini