TRIBUNNEWS.COM - Seorang dokter asal Israel yang kini bekerja di rumah sakit Italia berkata staf medis tak lagi bisa memberikan ventilator kepada pasien yang berusia 60 tahun ke atas.
Dr Gal Peleg, yang bekerja di Parma, berkata mesin pernapasan buatan itu begitu terbatas sehingga penggunaannya harus dibatasi.
Dr Peleg mengatakan departemennya memastikan pasien virus corona yang sakit parah bisa mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya meskipun ada aturan karantina yang ketat, N12 mengabarkan via Daily Mail (22/3/2020).
Baca: 793 Orang Meninggal dalam 24 Jam karena Corona di Italia, Situasi Terburuk Sejak Perang Dunia II
Pada hari Minggu (22/3/2020) para menteri di Roma memutuskan untuk me-lockdown negeri, serta memerintahkan semua bisnis yang tidak penting di negara itu ditutup.
Tetapi meskipun Italia telah mengimbau social distancing, jumlah pasien meninggal dunia Sabtu (21/3/2020) meningkat dari 739 menjadi 4.825 secara nasional, menandai hari paling mematikan bagi sebuah negara dalam pandemi global sejauh ini.
BBC melaporkan, Lombardy menjadi wilayah yang paling parah terkena dampak dari wabah.
Tercatat, 3.095 kematian berasal dari wilayah tersebut.
Baca: Faktor-faktor di Balik Bencana Corona di Italia
Lantas, Presiden Lombardy, Attilio Fontana, mengumumkan langkah-langkah baru dalam sebuah pernyataan.
Fontana mengumumkan, baik individu maupun kelompok, dilarang untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga di luar.
Selain itu, warga juga dilarang menggunakan mesin penjual otomatis.
Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte, pun menyarankan hal serupa.
Dilansir Metro, Conte memerintahkan semua bisnis yang "tidak berkepentingan" untuk ditutup.
Namun, dia tidak merinci bisnis mana yang dianggap penting.
Supermarket, apotek, kantor pos, dan bank akan tetap dibuka.