TRIBUNNEWS.COM - Presiden Belarusia Alexandr Lukashenko, menantang warganya yang protes lantaran dirinya terpilih kembali menjadi Presiden Belarusia.
Padahal, ia tengah menghadapi tantangan terbesar dalam pemerintahan Belarusia selama 26 tahun terakhir.
Gelombang protes dan pemogokan massal secara besar-besaran terjadi sejak ia terpilih kembali pada 9 Agustus lalu.
"Kami sudah mengadakan pemilihan. Sampai Anda membunuh saya, tidak akan ada pemilihan lain," katanya kepada para pekerja di sebuah pabrik traktor, Senin (17/8/2020), dikutip dari Sky News.
Baca: Ribuan Orang Turun ke Jalanan Belarus, Abaikan Pandemi Corona untuk Peringati Hari Kemenangan PD II
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Inggris mengatakan, Inggris tidak menerima hasil pemilihan "curang" di Belarusia.
Dominic Raab menyerukan penyelidikan harus segera dilakukan, menyusul kecurigaan atas surat suara saat pemilihan.
Ia juga mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan otoritas Belarusia saat terjadi protes damai atas terpilihnya kembali Lukashenko.
"Mereka (pemilu baru) tidak akan terjadi."
"Tekan protes damai yang mengikuti pemilihan presiden yang curang ini."
"Inggris tidak menerima hasilnya," ujar Raab dalam cuitannya pada Senin (17/8/2020).
Dia mengatakan pemerintah akan bekerja dengan mitra internasional untuk memberikan sanksi.
Terlebih kepada mereka yang bertanggung jawab dan meminta pertanggungjawaban pihak berwenang negara.
"Dunia telah menyaksikan suramnya kekerasan yang digunakan oleh otoritas Belarusia untuk mendukung."
"Kami sangat membutuhkan penyelidikan independen melalui OSCE terhadap kekurangan yang membuat pemilu tidak adil, serta represi mengerikan yang mengikutinya," paparnya.
Baca: Belarusia Cegah Usaha Pembunuhan Capres, Svetlana Tikhanovskaya Lari ke Lithuania