News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Buntut Demonstrasi Anti-Pemerintah Thailand, TV Online Diberedel agar Tak Meliput Aksi

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis berdemonstrasi dalam solidaritas dengan protes pro-demokrasi yang sedang berlangsung di Thailand, di luar gedung kantor tempat konsulat Thailand berada di Hong Kong, pada hari Senin.

Voice TV dinilai melanggar UU Kejahatan Komputer karena mengunggah informasi palsu, jelas jubir Kementerian Digital Putchapong Nodthaisong.

Pemimpin Redaksi Voice TV, Rittikorn Mahakhachabhorn mengatakan akan terus mengudara sampai perintah pengadilan tiba.

"Kami bersikeras bahwa kami telah beroperasi berdasarkan prinsip jurnalistik dan kami akan melanjutkan pekerjaan kami sekarang," katanya.

Voice TV adalah satu dari empat organisasi media yang diselidiki karena liputan mereka tentang gerakan protes yang terus berlanjut.

Banyak yang melaporkan protes secara langsung di Facebook dan platform media sosial lainnya.

Foto yang diambil dan dirilis pada 15 Oktober 2020 oleh Pengacara Thailand untuk Hak Asasi Manusia menunjukkan pemimpin mahasiswa Thailand Panusaya "Rung" Sithijirawattanakul ditangkap oleh polisi dari kamar hotelnya di Bangkok setelah pemerintah memberlakukan keputusan darurat. Pemerintah Thailand mengumumkan keadaan darurat yang melarang pertemuan lebih dari empat orang dan melarang posting online yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional pada 15 Oktober dalam upaya untuk mengakhiri protes pro-demokrasi yang membara. (Handout / AFP)

Baca juga: 3 Bulan Didemo Masyarakat, Begini Sosok Raja Thailand: Punya 20 Selir dan Aset Triliunan Rupiah

Baca juga: Situasi Terbaru Thailand: Demo Kian Panas, 4 Kantor Media Diinvestigasi, Investor Mulai Angkat Kaki

Voice TV sebagian dimiliki keluarga mantan PM Thaksin Shinawatra dan saudara perempuannya Yingluck.

Thaksin digulingkan kekuasaannya oleh PM Prayuth Chan-ocha pada kudeta 2014 silam.

Keduanya kabur dari Thailand untuk meloloskan diri dari kasus korupsi yang mereka anggap sebagai politik.

Perdana menteri pada Selasa lalu menuduh media menyebarkan berita palsu.

"Kebebasan media penting tetapi dalam beberapa kasus ada beberapa outlet media yang menyebarkan informasi yang menyimpang yang memicu keresahan," katanya.

Keputusan pengadilan dikeluarkan sehari setelah Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital mengklaim sudah menandai lebih dari 325.000 pesan di media sosial yang melanggar UU Kejahatan Komputer.

UU ini dinilai para kritikus digunakan untuk memberantas perbedaan pendapat.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini